Hampir disetip sudut desa dan kota, kemeriahan Ramadhan selalu ditandai dengan munculnya berbagai macam benda yang bisa diledakkan. Di kampung saya, petasan menjadi menu wajib. Anak-anak sangat mudah mendapatkan petasan, baik petasan yang asli maupun petasan yang sudah di mix, yang bisa meledak satu paket dengan kembang api. Petasan yang dijual pun sudah bermacam-macam bentuknya. Ada yang memiliki sumbu dan harus dibakar, ada yang meledak dengan cara dipukul dengan benda keras, ada juga petasan yang dilemparkan jau-jauh dan akan meledak ketikan bertumbukan dengan tanah atau benda keras lainnya. Petasan-petasan tersebut dijual secara bebas dan tanpa control piha keamanan. Dengan dalih menjual kembang api, para penjual juga menjula mercon plus kembang api yang ledakannya sangat keras. Masa kecil saya di kampung, belum ada permainan kembang api seheboh sekarang. Paling hebat, kita bisa beli “kembang api sate” merek Abadi. Kembang api inilah yang biasanya dijual dan masih ada hingga saat ini. Kembang api jenis ini tinggal dibakar ujungnya, lalu pelahan akan menyala hingga “mesiunya” habis. Dulunya kembang api jenis ini dijual seharga 5 rupiah satu batang.
Selain itu, dulu anak-anak lebih kreatif. Mainan yang dimiliki lebih banyak dibuat sendiri. Tidak dibeli seperti mainan anak-anak sekarang. Meriam bambu, peldok (bedil bambu dengan peluru dari buah jambu) , atau mercon busi (alat untuk meledakkan bubuk korek api yang dibuat dari ujung busi) dibuat sendiri. Untuk meriam bambu biasanya anak-anak membuatnya secara berkelompok dan meledakkannya secara bergilian, tempatnya jauh dari pemukiman. Biasanya anak-anak memilih sawah dan kebun-kebun untuk meledakkan meriam bambu. Selain meriam bambu, saya dan teman-teman juga memiliki kegemaran bermain peldok. Sejak pagi hari kami berkeliling mencari ranting bambu untuk dijadikan peldok. Setelah biasanya kami bermain perang-perangan.
Belakangan anak-anak di sekiar rumah saya menemukan cara agar suara petasan menjadi lebih besdar dari suara meriam bambu. Katanya diajarain orang Jawa. Mereka membuat alat peledak menggunakan botol bekas air mineral. Jika benda sederhana tersebut diisi karbit dan dikocok-kocok maka saat disulut dengan nyala api akan terdengar ledakan. Suara ledakannya bisa berkali-kali lipat dari suara meriam bambu. Terinspirasi besarnya suara ledakan “petasan karbit” tersebut, anak-anak itu pun memodifikasi mercon menggunakan pipa yang di las, masih dengan menggunakan karbit sebagai bahannya. Hasilnya luar biasa, suara edakannya menggelegar sampai radius ratusan meter dari tempat mercon itu diledakkan. Hal tersebut membuat banyak tentara mencari mereka. Mungkin saja para tentara itu terkejut dan menganggapnya suara bahan peledak. Anak-anak itu lari tunggang langgang.
Selain itu, dulu anak-anak lebih kreatif. Mainan yang dimiliki lebih banyak dibuat sendiri. Tidak dibeli seperti mainan anak-anak sekarang. Meriam bambu, peldok (bedil bambu dengan peluru dari buah jambu) , atau mercon busi (alat untuk meledakkan bubuk korek api yang dibuat dari ujung busi) dibuat sendiri. Untuk meriam bambu biasanya anak-anak membuatnya secara berkelompok dan meledakkannya secara bergilian, tempatnya jauh dari pemukiman. Biasanya anak-anak memilih sawah dan kebun-kebun untuk meledakkan meriam bambu. Selain meriam bambu, saya dan teman-teman juga memiliki kegemaran bermain peldok. Sejak pagi hari kami berkeliling mencari ranting bambu untuk dijadikan peldok. Setelah biasanya kami bermain perang-perangan.
Belakangan anak-anak di sekiar rumah saya menemukan cara agar suara petasan menjadi lebih besdar dari suara meriam bambu. Katanya diajarain orang Jawa. Mereka membuat alat peledak menggunakan botol bekas air mineral. Jika benda sederhana tersebut diisi karbit dan dikocok-kocok maka saat disulut dengan nyala api akan terdengar ledakan. Suara ledakannya bisa berkali-kali lipat dari suara meriam bambu. Terinspirasi besarnya suara ledakan “petasan karbit” tersebut, anak-anak itu pun memodifikasi mercon menggunakan pipa yang di las, masih dengan menggunakan karbit sebagai bahannya. Hasilnya luar biasa, suara edakannya menggelegar sampai radius ratusan meter dari tempat mercon itu diledakkan. Hal tersebut membuat banyak tentara mencari mereka. Mungkin saja para tentara itu terkejut dan menganggapnya suara bahan peledak. Anak-anak itu lari tunggang langgang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar