Kumpulan Puisi
Tarawih pertama di Masjid Al-Ihsan
Aku mendengar doa yang tak putus-putus, mengaliri sawah ladang, gunung-gunung dan kampung halaman. Doa yang didendangkan seirama jejak pengelana padang pasir. Doa itu seirama rintihan pengemis buta ditengah kota yang ditanami beton-beton, ditinggali robot-robot dan limbah beracun. Aku mendengar mimpi-mimpi dituliskan dalam secarik kertas putih, dikirim lewat hembusan angin malam penuh malaikat. Membawa wangi seribu kembang di taman surge. Aku mendengar tangisan letih budak waktu, yang ingin sampai keharibaan sang Maha suci. Malam beranjak membening. Doa doa itu menjadi sepasukan angin. Berputar-putar dan hinggap di sayap malam.
1 Ramadhan 1433 H.
Amaq Raisah
Amaq Rasisah…
Makaqn dek iniq tutuq ren penyusah
Mataqn mene lalok ruen nasib pendait anak jarinde
Sak lalo telang tuntut ruen rejekin deside nenek kaji Alloh ta’ale
Tehinaq … nyawen kesie-sie, marak nyawen anak manok sak ndek bedoe ine.
Amaq Raisah… Amaq Raisah… Amaq Rasisah…
Hidupmu dalam cengkraman keprihatinan
Nasibmu anak cucumu kian suram,
tersesat jalan dan pernah menemukan jalan pulang.
Amaq Raisah… Amaq Raisah… Amaq Rasisah…
Di tanah leluhurmu, orang – orang mencincang nasib rakyat jelata
Dalih proyek pemberdayaan hanya pemanis kata
Di belakangnya kebohongan menjadi hal yang biasa
Siapa saja boleh berkhotbah tentang dosa
Siapa saja mengklaim kebenaran
Meski semuanya palsu belaka
Amaq Raisah… Amaq Raisah… Amaq Rasisah…
Aku masih ingat sepotong doa
Yang kau kirim ditengah malam buta
Agar anak cucumu hidupmu bahagia
Api entah kapan Tuhan akan mengabulkannya
Entahlah amaq. Yang ku tahu saat ini
Mayat anak cucumu, organnya sudah tak sempurna
Lelaki yang mencinta di tengah badai
Aku ini lelaki yang tumbuh bersama angin
Mencinta di tengah badai
Romansa sawah-sawah menguning orang Sasak
Lelaki yang tak pernah berani meninggalkan ladang percintaan
Lelaki yang takut pergi perang
menghunus pedang, untuk mencabk-cabik kesombongan dengan semangat perlawanan
hingga tiba saatnya kau tuliskan keraguan
lalu pergi berlalu menangkap kelam
aku ini lelaki yang selalu menunggu waktu untuk dapat mencinta sepenuh hati
menjamah langit
menuangkan susu murni di gelas pagi
setelah kematian
tapi jarak tak pernah membuat sampai
tetaplah aku ini menjadi lelaki
yang mencinta di tengah badai
Tertipu
Malam datang
Gelisah memanah langitku
Lalu jatuh ke dalam ruang hampa
Sekon menipu
Anjing-anjing yang mengigit tuannya
: Catatan Dermaga Sape 24 Desember 2011
Engkaulah pemilik malam
Engkaulah raja diraja, sosok siang yang membentangkan harapan
Engkaulah yang membayar sepasukan serigala dan langit sore yang merah bara
Tapi lihatlah
Anjing-anjing yang kau beri sekerat daging
Telah mencincang jasadmu dan mengantarkan harapan pulang kembali ke tempat peristirahatannya
Lihatlah betapa darahmu
Telah diminum oleh sepasukan anjing dermaga
Mengigit, menjilat darah, dengan kilatan mata merah menakutkan.
Dan aku tahu engkaulah tuannya
Bis pertama di Terminal Mandalika
Pada kursi terakhir
Aku menulis laut berombak
Pacar setia
Gincu merah muda
Bunga wangi dan
Segelas softdrink
Coretan pertama aku mulai dari celah pintu
Yang gelap. Tempat muasal pernafasan bulan.
Lalu kuasku menari –nari menyapu bibir pantai
Kembang putih diatas batu
Wangi
Benci
Bis berangkat dan aku tak ingat
Percakapan di terminal
Kuasku patah
Dipertengahan jalan
1997
kepangkuan bunga matahari
kukan pulang, menata istirah dikelelahan
haw karbon menyengat, asap makro polutan
berbaur dalam engaha sekon
jiwa telah terbakar
jalan lurus kian berdebu
berkabut
sembunyi pada tumpukan sampah perkotaan
kuingin kembali, kuingin pulang kepangkuanmu
sebab laut biru tiada
sebab langit biru menghilang
tak ada ruang kankusinggahi
bunga mawar
aku mencintai bunga mawar
cinta yang hangat dan tidak menjadi batu
fosil dan akar besi
bagian cinta terkecil menempel
di kaca langit.
memandangi mata hati
dan aku mengulanginya
Aku mencintai bunga mawar, ketika kelopak mongering
Ia pergi ke alam sunyi yang menghempas
Cinta hilang
Merah, putih, kuning
Kering dan hilang dalam waktu
Kubawa kekamar-kamar hari
Dahan luka
Puisi seorang hamba yang
Menetesi pagi dengan kesejukan
Dari percakapan seorang Camat Cakranegara
Benarkah kau kalah bertarung
lalu menyembunyikan ketegaran gaib itu.
Apakah keindahan fana telah membius sendi-sendi nasib
Dan kau jatuh.
Bangunlah Nanda
Jujurlah
di kegelapan jiwamu terasing dalam Lumpur yang menghitam
Inilah jalan.
Aku mengintip jiwamu yang lemah
Matamu yang kuyu
Langkahmu yang terhina
Inilah piasu malaikat yang akan
Melukai kelelahanmu
Pegang tanganmu
Dan sujudlah
Sejuta doa dan air mata
2007
Dia menemukan sepasang sepatu di tong sampah
Orang menghitung langkah yang dipercepat
Teman kecilku
Mengorek sampah yang membusuk
Ia menemukan sepasang sepatu.
Dengannya ia melangkah.
Memandang langit dengan senyuman
Ia muntahkan kesombongan waktu.
Inaq Soleha di batas pertemuan
Oow inaq Soleha
Kususuri pantai yang mati
Dimana ikan-ikan medendangkan kesederhanaan
Langit dan waktu bersahaja memunguti anak-anak kerang
Oow inaq Soleha
Saat kutemukan jejak pasir di telapak kaki
Matahari telah meninggi
Katanya kau telah mempersunting rembulan
Bayi kecil
Bidadari
Dan biru lautan
Oow inaq Soleha
Kita pernah menanam bunga
Dibukit di atas batu karang
Dan arwahmu
Berenang di lautan
Pulau Maringkik Nov 2011
Jalanan
Jalanan tua ini
Menghubungkan aku dengan pintu-pintu baru berwana hijau tua
Senyum yang merah merekah
Dicumbu bulan purnama
Setiap ku jejaki tubuhnya
Jalanan tua
Bisa berbicara tanpa kata
Mataram 2011
Khotbah para pendosa
Ku hitung kata demi kata yang terurai dalam khotbahmu
Isinya jauh berbeda dengan warna sepatu yang kau kenakan
Kata demi kata yang mengalir
seperti liur busuk
tangan kananmu membagi berkaung-karung sembakobagi duafa
tangan-kananmu mencincang leher matahari
sombong pada jejak yang tumpah ruah dijalanan kota
tawamu menembus cahaya langit yang terus mengintip dibalik awan
berwarna salju
kuhitung khotbahmu yang kering
Konstruksi Neraka
Masih akan terus kita racuni lautan, dengan limbah dari sampah hidup yang borok dan hilang ingatan. Kelak anak cucu matahari menuai racun dari ikan-ikan, kerang, rumput dan garam.
Masih akan terus kita layani, keserakahan Negara industri yang sangat mampu membeli, sementara anak negeri hanya memakan ampas dan tai hingga perut mereka buncit da kekurangan gizi
Masih akan terus kita lubangi, sedalam apapun perut bumi, demi mencari emas murni, dan usah peduli nasib generasi, nantinya mereka akan gigit jari
Masih akan terus kita merobek wajah langit, dengan keserakahan industri, dan hari ini kita telah menerima panasnya bumi akibat tersapa sengatan matahari
Masih akan terus kita kuras air , minyak, dan apapun namanya dari perut pertiwi, untuk diekspor kel luar negeri, terserah nasibmu wahai bayi esok hari
Masih akan terus …terus dan tak pernah berhenti kami menyelesaiakn konstruksi, bagian neraka di perut bumi
Rumahmu Rumahku Rumahnya
Harga rumahmu cuma satu koma delapan milyar saja. Dan engaku cicil lebih seratus juta perbulannya. Isterimulah yang tergiur iklan presenter cantik TV suasta. Murah sekali. Karena dalam satu kedipan mata, kau bisa menumpuk uang berpuluh juta. Gratifikasi, nepotisme dan menyuap siapa saja dengan membabi buta. Karena ku tahu beragam cara kau punya, semua sama saja, menggerogoti hak sesama.
Belakangan ku dengar berita, kau sedang diperiksa, dan lalu penyakit jantungmu kumat juga. Sementara istrimu yang rajin berpesta, menghambur –hambur uang di pasar-pasar terkenal manca nergara. Kini melancong entah kemana. Anakmu yang masih SMA, terlibat jaringan narkoba. Kini penyakit itu telah menggerogoti jantung, sel, dan bau amisnya tercium s setiap sudut ruang keluarga
Rumahku, kumuh tanpa jendela atau ventilasi udara. Dindingnya dari kardus mie instant, kardus rokok, dan spanduk pinyl reklame calon presiden kita. Disitulah malaikatku menemukan cinta. Malaikatku tak tergiur reklame dan pesan setan melata. Sebab tak cukup uang tentunya. Penyakitnya hanya pusing-pusing, mual, lalu muntah oleh keserakahan yang mengejala. Selebihnya nikmat hidup yang sederhana, dan rasa syukur pada pencipta.
Disana …. kurang lebih 30 juta penduduk Indonesia tuna wisma. Atapnya langit sempurna, dindingnya kebesaran jiwa.
Seorang guru dalam kebimbangan
Di sekolah , cinta ku didikkan, lalu jalan raya mengajarimu melanggar aturan, mencederai langit dengan kepulan asap, menyakiti telinga dengan kebisingan tanpa ampun. Lalu apa yang paling kau mengerti. Lalu bagaimana cinta itu bertahan dalam hari haru yang mendidih.
Disekolah kejujuran kudidikkan, lalu lingkungan mengajarimu bahwa begitu pentingnya berbohong, menyogok, menipu, dan menginjak-injak sesama demi kesuksesan diri, kelompok dan golongan. Lalu kejujuran macam apa yang tumbuh dalam keheningan jiwamu yang penuh tanya
Di sekolah kelemah-lembutan ku didikan, lalu televisi mengajarimu bahwa kekerasan itu adalah hal biasa, sebab jika engaku tak keras maka engaku kan dihinakan. Lalu apa yang kau mengerti tentang pilihan-pilihan itu
2010
Elegi Daun Kenari
: Mataram 171 2000
Kota yang terbakar, tak tebayangkan sepanjang waktu
Daun –daun mengering dan ranting yang jatuh
Menjadi ulat
Kota yang dihuni oleh hujan dan angin
Dulu subur oleh tawa bidadari
Tapi seperti mimpi kini
Bulan telah menghilang
Orang-orang membangun kebencian
Dan runtuhlah kemesraan sepanjang abad
Sempatkah kau memberi doa
Pada luka yang pergi membalut diri
Lihatlah perih yang berbaris
Dan ketakutan menjadi dinding baja
Di pinggiran kota yang temaram
Lombok 2010.
Politik Pencitraan Seorang Raja
: Kepada pedagang obat di jalan AA Gde Ngurah
Dengan cara apa menyulap kebohongan, agar tampak seperti kejujuran.
Dengan cara apa menyulap kebobrokan agar tampak bagus dan pantas diteladani.
Dengan cara apa menyulap penindasan, pencurian hak rakyat, penggusuran, dan pembohongan massa agar tampak seperti sebuah proses membangun dan mengayomi rakyat. Kamuflase politik citra, banci dalam temurung kelapa sang katak bernyanyi.
Dengan cara apa menyulap penipuan kepada rakyat kecil, agar tampak seperti kemurahan hati dan rakyat selalu percaya.
Dengan apa menyulap wajah tikus-tikus agar tampak seperti laki laki klimis berdasi
Dengan apa menyulap para demonstran agar menjadi bebek-bebek dan kambing congek yang mengekor dan gampang di halau.
Dengan apa menyulap api agar terasa dingin seperti air pegunungan.
Ooo.. tidak bisa
kebongan tetaplah kebohongan, tikus tetaplah akan menjadi tikus.
Dan kaum demonstran sejati, akan rela mati demi negeri
Lombok 2010
Maafkan bunda
Ibunda Maafkan bunda kekalahan hidup bagi warna yang tak kau duga
Tapi nanti
Jika pagi menguningkan tebu yang kau tanam
Sesungguhnya ia menjadi pohon emas dihalaman rumah kita
Ibunda maafkan kenakalan anak burung dara
Ia telah malas belajar mengepak sayap
Dan cintanya untuk terbang kelangit tinggi
Belum jua sampai
Ibunda maafkan
Malaikat ingin jadi manusia
Aku temukan dua malaikat saling memandang
Yang satu
Komat kamit soal hidup yang ingin pergi kelama mimpi
Malaikat ingin jadi manusia
Matanya bwrsina-sinar
Menatap betis perempuan cantik di televisi
Ia cemburu
Seharian sembahyang saja
Seharian berzikir saj
Seharian shalat saja
Malaikat membuat propsal pada Tuhan agar ia juga di izinkan mencicipi manisnya strawberi
Dan Buah durian
Malam
Malam-malam kau kirim hujan
Air mata menenggelamkan arwah bumi
Dan aku kau terbangkan ke atas menara
Malam-malam kau kirim hujan
Aku basuh debu hitam di cermin rembulan
Bening
Tenang
Hati telah menjadi bunga
Wewangian dan
Perwujudan mimpi
Kilau berjuta permata mengambarkan
Mayat Seorang Pacar di Sayang – Sayang
Pada saat kita bersama memetik bunga
Siapakah yang mengerti keindahan yang menaburi langit
Melucuti bulan purnama
Menjala perak awan
Di kesejukan malam.
Lalu cinta menjadi bayi
Mencari kesungguhan setetes air
Kenapa matamu ditikam bara
Lalu langit menjadi api
Bumi menjadi api
Laut menjadi api.
2007
Menjadi
menjadi rumah tua
tempat bunga mawar tumbuh diatas tanah berlumut
waktu menuliskan perubahan angin
masa silam masih menempel
pada dinding dinding tua
menyiratkan keabadian cinta
menjadi sekolah tua
tempat kenangan masa muda tersimpan
pagi bertumbuhan seperti tawa gadisku
yang berwarna warni
menjadi pohon tua
rindang
menghidupi
menyejuki
mencatat masa lalu yang pergi
Pagi ditahun baru Hijriah
Pagi mulai cerah
Saat kau kirim nafas hidupmu yang lelah
Saat kau rasakan luka bangsamu kian bernanah
Saat kau sandarkan harapanmu pada kebijakan sampah
Ketika langit terlihat cerah
Dan kau selalu mengharap berkah
Hidupmu kian susah
Sementara orang – orang di sekelilingmu hidup mewah
Membangun gedung-gedung megah
Orang kaya berpesta meriah
Pesta pernikahan biayanya milyaran rupiah
Anggota dewanmu kini sedang marah
Mereka tersinggung dianggap hidup mewah
Bergaya dengan mobil yang tak murah
Dan telah lupa pada janji dan sumpah
Padahal memang begitulah
Hidup mereka kian serakah
Seperti drakula sang penghisap darah
Baiklah kita tunggu Tuhan Marah
Lalu mereka dikutuk menjadi sampah
Hari ini di tahun baru hijriah
Semoga mereka bisa sadar dan berubah
Agar negeri ini menjadi lebih indah..
Tanah rakyat tak lagi digergah
Hutan-hutan tak lagi dijarah
Rumah-rumah kaum miskin tak lagi digusur demi gedung mewah
Dan uang rakyat tidak dicuri oleh birokrat serakah
Karang bata 27 november 2011
perjalanan
Perjalanan akan berhenti
Bukan pada saat nafas raib oleh waktu
Jejak panjang tak terhitung
Sebelum kusampai pada batas yang terhitung
Dengan apa kusidahi kesemuan
Dengan cinta dan sejuta pengorbanan
Dengan apa kusudahi permainan
Dengan senyum dan tak ingin mengalahkan
Hidup hanya lingkar pertemuan
Hidup tempat mengukur denda pada pelanggaran
Hanya fana yang mengagumkan
Lalu batas awalnya adalah kematian
Perkawinan Cakrawala
Aku menikahimu Karen langit membiaskan mega
Kuhitung saja bermilyar zikir yang ku jala
Lewat tawamu
Kesetiaan pada embun yang mewangi
Kesejukan dipintu subuh
Nyanyian shalawat mengalun dan
Warna – warni cahaya berpendar dari rumah kecil kita
Aku menikahimu karena bumi menjadi hati dari peraduan burung-burung kecil
Dan kau menuangkan wewangian di telaga mimpi kita
Pernikahan bagimu adalah pintu kea lam rahasia
Cinta doa dan keabadian.
Dengannya kemudian kau susuri pesisir
Mencari keong-keong kecil untuk anak-anak kita
Aku menikahimu
Karena aku mencintainya
Secangkir Arak
Apakah laut meletakan secangkir arak
Ketika malam mendinginkan tubuhmu yang merenta
Tatapan mata rembulan yang berkaca pada gelombang
Mentakdirkan zikr timbul tengelam seperti sampan nelayan kecil
Sekon yang gemerlap
Dan mulailah bunga-bunga yang kau tanam mewangikan malam
Tasbihnya
Bercengkrama dalam sekon yang gemerlap
Titik setitik
Aku terus menghitungnya
Sampai tasbihku hilang dalam limpahannya
2009
Selat Alas
Aku ini Lautan.
Ombakku perjanjian keseimbangan jagat raya yang sempurna
Ikan-ikan hidup
Persembahan rahasia yang dikirim dalam tiap pergantian waktu
Itulah engkau
Itulah aku
Itulah mereka anak cucu kebudayaan yang tumpah dalam bejana panas
Limbah, muntah, nanah, air toxin yang dicemari.
Aku ini ikan-ikan
Dagingku adalah tulang belulangmu
Sel-sel kecil yang mengalir ditubuh mungil bayi-bayi
Subuh yang menatap tajam
Untuk Hazairin Rum Junep
Membaca tulisanmu
Seperti melihat Subuh dengan tatapan mata yang tajam
Menelanjangi waktu yang tergosongkan
tangan – tangan berlumpur
dengan tajam
kupandangi tanganmu yang kau sembunyi
ada darah melumurinya
dengan keji ia telah mencekik seribu leher bayi
dengan keji ia telah memindahkan harapan para ibu keleher rajawali
dan diterbangkan kelangit yang kian menghitam
dengan keji ia telah menumpahkan botol-botol susu beribu bayi kesamudera luas
dengan tajam
masih kupandangi tanganmu yang kau selipkan dikantong celana
ada lumpur kotor
dengan tanpa perasaan ia telah mencabut pohon-pohon kecil dari tanah kelahirannya
dengan tanpa perasaan ia juga telah mematahkan sayap-sayap burung kecil
hingga tak mampu lagi terbang menjelajahi bumi
Tertipu
Malam datang
Gelisah memanah langitku
Lalu jatuh ke dalam ruang hampa
Sekon menipu
Jiwa yang tenang
Jiwa yang tenang
Rumahnya di keabadian
Kefanaan hanya sampah berguguran
Keinginannya
Menjadi satu
dari seribu
Menjadi seribu dari satu
Jiwa yang tenang
Kerinduannya berkaca pada kebeningan
Bersandar pada bahasa keagungan
Jiwa yang tenang
Hanya ingini pertemuan
Pahlawan IKIP
Seperti Sudirman
Seperti Pattimura , seperti Jenderal Ahmad Yani, seperti Cut Nya’ Dien, seperti para martir reformasi, engkau juga pahlawan.
Hidupmu telah menikam jantung kesombongan
Dan kematianmu telah mencatat keangkuhan, yang menyejarah di tengah kota yang membungkam kebebesan
Mereka fikir darahmu mengering sia-sia
Mereka fikir nafasmu hilang dan pulang selamanya
Tidak kawan
Darahmu tetap mengalir di sini
Di tiap hati yang percaya akan kebenaran
Darahmu mengalir di sini, menjadi milik para mahasiswa yang tak pernah mau ditungangi kepentingan siapapun dan manapun juga
Setetes air, sebiji Zarrah
Aku merasa bangga, ketika sayap kecil telah mampu terbangkan nyawa kelangit biru. Aku merasa bangga ketika jejak kaki telah menumbuhkan pohon-pohon baru dari hidup yang merah. Aku merasa bangga saat nafas menggulung ombak, menjelajah dasar samudera. Aku bangga. Padahal manakah dari hidup yang lepas dari ketergantungan. Nyawa tergantung di langit gelap. Hidup menempel di wajah tanya. Hanya Dia yang berkuasa. Lalu rasa bangga hanyalah debu semata. Hanya setetes air di tengah samudera. Hanya sebiji zarrah di tengah bumi kelam temaram. Dan kita dalam genggaman,
Istriku
Biarkan hidup ini berjalan
Mengajari kita cinta yang suci
Sunyi dari dera keangkuhan
Orang memenci kemesraan kita
Biarkan waktu mendidik ketabahan kita
Menerkam mendung yang suram
Mencincang l
CUPAK
Rohnya berganti warna dalam setiap musim yang berjejalan Sama seperti kemiskinan dan watak kekalahan
Ia menjadi jiwa dari manusia yang tak terpuaskan
Ia adalah pejabat publik
Yang senantiasa haus dan merasa lapar ditengah gelimang harta tahta dan seratus ribu kekuasaan baru dalam genggamannya
Cupak menimbun dan menumpuk segunung mimpi
BANGSAWAN SASAK
Tiba-tiba aku harus lahir sebagai bangsawan Sasak
Gelar yang menandakan bahwa aku tidak sederajat dengan manusia –manusia lain
Yang nafasnya mengapung dalam catatan waktu
Kasta-kasta rendah
Jajar karang
Dan manusia tertindas lain di ujung bumi
Tiba-tiba aku merasa bahwa aku harus dihormati
Tanpa harus menghormati orang lain
Rasa sombong yang terekam sebagai takdir para bangsawan
Terus bernyayi dalam seluruh putaran jagat
Menumbuhkan angka-angka baru
Dalam catatan buram peradaban
Aku memeliharanya
Sajak sebuah Topeng
Inilah topeng penyamaranku
Bisda bernama guru, kyai, biksu atau birokrat
Tai sesungguhnya aku menipumu
Wajah asliku kusimpan dalam pet –peti rahasia
Wajahku adalah pemburu jejak dunia dan
Mengejar-ngejar kebohongan matahari
Inilah topeng penipuanku
Ia bernama sang seniman, gubernur, camat atau anggota dewan yang terhomat
Tapi sesunggunya itu hanya kebohongan
Wajah asliku kusimpan dalam goa-goa gelap
Aku adalah penyamun uang negara, penjialt, penipu…..
Ha. Haa. Haa.
Kelahiran sorang bayi
Pada hari kejatuhan bulan, sorangbayi lahir diatas beton-beton. Sel pengap, asap amoniak dan tinju-tinju mengepal dai dla cinta anak bangsa. Sang bayi tak menangis ketika lahir. Ia elah sungkan untuk bersuara apapun ketika bayi-bayi lainya menangisi kebohongan anak-anak kancil diawal sebuah dongeng. Sang bayi telah bergegas pergi mencari bntang, sangunya kekasaan lama yang runtuh oleh kekalahan. Sampah sampah dan botl emosi, mendorong jiwake atas tungku perapian. Danjadilah hidup ini api yang membara.
Pada hari kejatuhan bulan. Pepohonan menumbangkan ranting basah sang bayi lalu tertawa seperti mesin penghisap. Giginya taring raja hutan. Ibunya ke takutan. Ayahnya ketakutan. Seisi rumah dibuat ketakutan oleh tawanya yang aneh eperti aum raja hutan.
Pada hari kejatuhan bulan . naiklah kegelapan
Menari dalam kabut
Menarilah rakyat kecil, dalam khusyu rerumputan
Laut itu laut kta, menyelamlah kedasar samudera
Memilah mutiara dan ikan berbisa
Lupakan bagaiman kau tafsirkan kebohongan para penguasa
Menyanyilah rakyat kecil, dendangkan kebaktian
Bagi sejuta anugerah
Langit itu langit kita, terbangkan cintamu
Kelapisan teratas tempat impian di gerakkan
Dan doa orang kalah dijelmakan dalam wujud
tawa bidadari
tunggulah rakyat kecil
dalam keindahan sabarmu
kebenaran ak terkalahkan
Bisakah
Komik penghinaan 2008
Ya Rasul
Bisakah kata membusukkan wangi
Yang menusuk perut bumi dan tulang-tulang
Bisakah gambar menggelapkan kilau cahaya yang menembus gunung, langit dan aliran darah
Orang meletakkan gelap di wajahmu
Yang aku bayangkan adalah keanggunan pesona
Kesejukan embun subuh yang menikahi rerumputan dna hijau daun
Sebabkau telah membawa cahaya kedalam keraguan dan kegelapan
Yang tetap sempurna
Hidup yang tak pernah mati
Yang tak pernah menjadi kecil walau segenap hidup
Berhenti menyembahnya
Adakah Ia hidup dalam getaran jantungmu
Adakah Ia bergetar dalam lingkar ambisi yang menjerat
Nafasmu
Atau bahkan kau ta mengenalnya sama sekali
Dia yang tak pernah bosan menghidupi dedaunan
Menumbuhkan pohon-pohon
Menyatukan perpisahan, memisahkan kebersamaan yang
Mekar bertahun-tahun.
1 Syawal 1423 H
Dan engkau jadi tak bisa tahan dihepas hawa panas
Sepasang mimpi kita ditelan lava panas
Duri-duri yang kering oleh waktu
Menusuk belulang
Kita akan mecari kekalahan yang inbdah
Dalam hari yang tinggal sisa
Gairah tlah terbuang sia-sia dijalanan
Tuhan melihatnya
Menabung gelap dan wajah kita ditimbunnya
Mata kita dikotornya
Satu-satunya kemenangan adalah ketika kita termaafkan
Khutbah idul adha 1423
Kelak dalam ujung penghambaan, kebohongan menjadi laut yang tumpah dibumi. Apakah kau punya perahu
Tempat menyalakan lilin kecil
Mendung dan hujan panjang menjadi mesin yang kehilangan hidayah.
Hanya mereka yang merekam hari karena cinta yang tinggi lalu hidupnya adalah sujud semata
Rindu semata
Cinta semata
Kelak pada akhir musik ditikamkan
Peradaban absurd menutupi gang-gang
Jalannan ini disepikan oeh pengaruh kesuraman
Asing baginya
Ketika burung-burung putih bertengger
Pada ranting pepohonan tua di jalanan ini.
Asing baginya
Gadis-gadis belia yang mandi bersama berjuta bidadari
Di sungai sunyi ini,
Oase Siti Hajar
Hatimu seperti baja
Pada saat matahari membakar gurun
Menipumu dengan telaga jernih fatamorgana
Engkau berlari anatara safa dan ,marwa
Tak ada letih disana
Burung-burung memadu ikhlasmu
Menahan cinta yangmenggelegak
Sinar matamu menundukkan matahari
Dan tangis bayimu adalah tembang suci
Lengkingnya menembus tangga-tangga langit
Tiba-tiba air muncrat dari kekeringan
Zam-zam zam-zam zam-zam
Sujud syukur
Hanya dengan sujud syukur, langit membirukan bumi
Hijau, kuning. Malam hibrida
Seekor kupu putih mencari pantai
Penyeberangan puteri lumba-lumba
Cahaya setetes saja meluluhkan keperkasaan seribu rajawali. Dari tentara para raja
Aku bersujud
Terma kasih daun – daun, udara, tanah dan indera bermilyar pesona.
Dengan apa membayarnya
Secarik hayat ditulisi cinta
Dengan tinta warna warni
Aku bersujud
Dengan apa membalasnya
Apalagi
Memunuh pohon-pohon baru
Di ladang kering tanpa penghuni
Malam dalam lautan cahaya
Muhammad Safwan
Malam hamper gelap
Sosok sahara senyap dalam relung yang lamban berdetak
Sunyi meniupkan damai
Saat sang rasul meletakkan letih Ammul Husni
Datanglah jibril dengan kebiruan cinta
Menembus atmosfer bumi
Melayang-layang dalam ruh kudusnya
Datangnya sutera jernih bersinar
Melapisi firman nan indh terpancar
Berkilau kilau percik mutiara
Menaburi malam dalam lautan cahaya
Langit berzikir, angina bertasbih, percik air bertahmid dan bumi bertakbir
Allahuakbar
Segenap anugerah terlebur dalam
Kebesaran abadi
Seolah kematian menghampiri
Sang rasul menggigil saat Jibril merangkul erat dan berucap
”bacalah ! bacalah !
Dengan menyebut Nama Tuhanmu yang telah menciptkan segala sesuatu
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
Bacalah ! dan Tuhanmu Maha pemurah
Dialah yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Sang Rasul Terdiam
Menantap Jibril yang bertahta di Istana Cahaya
Ha Muhamad, akulah Jibril dan engkau adalah Muahammad Rasulullah
Lebaran 1999
Allahuakbar walillahilhamdu
Bertakbir memuji Tuhan
Tuhan yang memberi keringanan dan aku meringankan perintahnya
Hingga denga seenakknya menindas, menjarah hak orang-orang kecil
Seenaknya aku membunuh , mencincang kawan sendiri demi Big Boss, demi Tuan Pejabat, demi diktator yang takut kehilangan gigi.
Allahuakbar walillahilham
Bertakbir menyanyikan kebesaran Tuhan
aku yang teramat kecil dibanding cipta-Nya
tapi terkadang saja
aku menyadarinya
bahkan sering terlupa tuk bersujud
dan mohon ampun kepada-Nya.
Allahuakbar walillahihhamd
Bertakbir menyuarakan kekuasaan Tuhan
Yang tersaji dimeja makan, yang terselip di dalam dompet,
Yang menggerakkan jasad, yang menyalakan sejuta bintang dan matahari
Yang mengatur perputaran roda nasib,
Yang menempel pada wajah manis pacarku
Allahuakbar Walillahilhamd
Bertakbir lagi
Digerogoti oleh beratus-ratus hari yang telah lalu
Muncul lagi
Datang lagi
Terlihat lagi
Seperti terulang
Aku menagis
1999
Setelah Tigapuluh hari
Setelah tigapuluh hari
Aku mandi dan sikat gigi
Sambil mawas diri
Mengintip setan setan yang dibelenggu Tuhan
Sampai kulitku lecet oleh sabun kepastian
Terlempar kedalam gemerlap dari sebuah kebesaran
Tigapuluh hari aku berhujan-hujan mengguyur baju, mukena, sajadah dan kain sembahyang
Sambil menghimpun air hujan yan menetes
Dalm satu piala puji dan kesyukuran
Yang tak habis diminum setiap waktu.
Tigapuluh hari aku membaca waktu yang
Terseret cepat
Dan sepatuku disemir warna netral tanpa busa
Sembuh dari jamur dan kutu air
Melangkah lagi dibawah lampu jalan
Rambu-rambu elektronik dan janji keabadian dari pengabdian
Tigapuluh hari aku menyepuh intan dan berkilo-kilo kilau
Silver bulan yang takut kepada suram
Nongkong dipelataran masjid
Ngobati jiwa yang sakit
Memilah separoh-separoh, semua cinta yang tercampur dengan dendam,semua harapan yang tercampur kesia-siaan.Semua nikmat yang tercampur dengan laknat, semua pahala yang tercampur dengan dosa,
Semua kebajikan yang dinodai oleh kuman dan koreng-koreng
Semua topeng kebajika yang sesungguhnya adalah kebejatan
1999
DOSA SEPERTI TAK MANDI
hitam
seram
menyelimuti jiwa dari terbitnya fajar
mempel di cermin dan aku
tak bisa berkaca
hitam
suram
Kasih-Nya Jauh terasa
Tubuh ini kotor terasa
seperti tak mandi bertahun-tahun
Ampuni hamba yaa Tuhan
karena engkau Maha pengampun
Mataram Mei 2002
JENAZAH SERIBU SYUHADA PALESTINA
bangkai wangi manusia
tengah menunggu
saat nantinya dibawa terbang
kelangit sunyi
mencari janji-janji yang lepas dalam keruh
fana dunia
aku menunggu disayap angin
melempar doa
menebarnya sampai kebatas jagat
bangakai wangi manusia
mengcap manisnya kematian Cinta
yang dinanti jiwa-jiwa perindu
yang merubah nafas menjadi padang kesunyian
mengharap
menghiba
meratap menunduk takjub tiada bahasa
Bangkai wangi anak peperangan
menuntaskan hidup yang terasa berat
Agustus 2006
KEPADA LAILA DI BARA LIBANON
Laila .....
tangismu menjadi batu hitam
yang mengajarkan adik kecil kita makna kehidupan
geram pada angkara
tabah dalam kelelahan
tertulis diatas bukit-bukit kering yang dikirim kesorga
tempat ayah ibu menanti kita
Laila....
Debu hitam telah memancing keberanian
meruncing disela-sela pohon zaitun
menjadi bayangan ketika senja menua.
Sejuta jiwa
hanya satu yang menjaga
menang atau terhina
syahid atau merdeka
Laila....
senyummu seperti bunga
tapi ketajaman hatimu menjadi peluru yang
akan mengusir mereka
dari tanah moyang kita.
Agustus 2006
IKRAR ANGIN
setiap angin berikrar
hidup dicelupkan dalm piala kebingungan
ketika nafas bercampur debu
maka tawa menjadi lumpur gelap
tangislah yang berteman
setiap angin berikrar
sampah sampah beterbangan keangkasa
mencari ruang sendiri
dalam sujud perjalanan
setiap angin berikrar
tawa terbakar dalam diam dan kebisuan
sampai tak sampai
cahaya jua yang terkibarkan
setiap angin berikrar
....
Sunyi.
menagis dimalam sunyi
pejamkan mata dan biarkan jiwa mencari
dimana bulan sembunyi
dimana bintang - bintang tertabur
dan kesunyian tersucikan air mata.
bediam dimalam sunyi
meraba pintu satu persatu
dan jendela kamar tidur kita terpasang pada diniding berlapiskan permata
terpenjara di baliknya.
bersujud dimalam sunyi
menghitung kembang yang bercinta dengna embun malam
berapa butir yang menjadi darah
berapa jejak yang menjadi lukisan waktu
Kurawat Cita-citamu
Aku ingin kau pulang saja
sebab untuk menangis, hujan telah kehilangan sisa air mata
kau jelajah hitungan waktu yang menelan perubahan
dengan kebisuan
kesendirian
Aku ingin kau pulang saja
dalm ketenangan cinta kau akan tumbuh seperti dulu
ketika usia genap remaja
saat pernah kau nikmati perlindungan atas
cinta yang kau bangun
bahkan lebih dari sekedar itu
aku ingin kau pulang saja
Aku ingin kau pulang saja
cukuplah kau rawat cita-citamu
letakkan ia didada kami dan pinjamlah
sebekerat keberanian ini untuk kau warnai
keangkuhannya
Aku ingin kau pulang saja
Berapa lama kau hitung suram
memperpanjang luka di telpak kakimu
menjadi nanah
darah kering dan
nyeri yang mengelana dalm
detak jantung matahari.
Aku ingin kau pulang saja
mengeja kembali abjad
Cinta-Nya
Mei 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar