Karang Bata. Awalnya lebih dari 70% warga kampung di wilayah
Mataram ini, menggeluti produksi bata dan genteng. Dari ujung utara hingga
selatan kampung, pinggir jalannya di penuhi bata buwungan dan genteng siap
jual. Para penduduk melakoni usaha ini sejak pagi hingga sore hari. Memperiapkan
bahan adonan tanah untuk produksi bata atau genteng atau biasa disebut ngelanyuk dilakukan sejak pagi buta. Lalu
menjelang siang mereka sudah berproduksi. Dalam sehari seorang pekerja bisa
menghasilkan 200 atau 300 biji bata basah. Bata – bata yang langsung dijemur
ditempat produksi ini akan di angkat untuk disusun menjelang petang. Saat ini
para produsen Bata dan genteng jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
“ sekarang harga bahan baku dan harga jual sudah tak
sebanding, kami lebih baik cari kerja lain” kata salah seorang warga saat
ditemui kampung media. Kini harga bahan baku seperti tanah sawah, tanah liat dan pasir harganya berlipat-lipat. Selain itu punahnya
usaha bata genteng ini juga akibat dari para pekerja yang sudah enggan untuk
berproduksi. Salah satu factor keengganannya adalah karena upah yang tidak
sesuai dengan harga-harga. Sekarang pinggir jalan di karang bata sudah tidak oranye
lagi seperti dulu. Hanya sisa beberapa orang pekerja yang masih mau menekuni
produksi bata genteng. “Mereka adalah generasi terakhir yang masih mau kerja
bata genteng” kata ibu Ali saat ditemui
kampung media di kediamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar