Senin, 14 Mei 2012

Cerita Sukses dari Kalimantan




Para transmigran asal Abiantubuh Karang Bata, berangkat ke Kaltim sekitar tahun 1989. Melewati perjuangan berat dan kerja keras nan tak pernah menyerah, kini para transmigran bisa hidup lebih enak dibanding dulu di kampung halamannya. Awalnya, bersama puluhan keluarga lain,  Amaq Hus dan Tuaq Isnaen berangkat dengan cita-cita mengubah nasib. Mereka membawa serta semua keluarga, hingga kampung halaman yang ditinggal waktu itu penduduknya berkurang drastis. Rasa haru tak bisa dihindari, saat seisi kampung mengiringi keberangkatan begitu banyak keluarga mereka secara bersamaan meninggalkan kampung halaman. Dari asrama Trasito di Majeluk, mereka diberangkatkan melalui pelabuhan Lembar menuju Kalimantan Selatan.
Waktu demi waktu berputar sejak hijrahnya puluhan keluarga Abiantubuh, tidak terasa mereka telah berada di rantauan puluhan tahun. Banyak cerita sukses dari mereka yang berjuang keras melawan ganasnya alam. Jika di kampung halaman mereka tak memiliki sejengkal tanah tempat bercocok tanam, di rantuan tanah itu bisa dimilikinya. Anak-anak yang dulu tak bisa bersekolah tinggi, dirantuan mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih layak hingga perguuan tingi.
Awalnya komunikasi antar keluarga dilakukan lewat surat menyurat. Seiring waktu, komunikasi telah dilakukan lewat hp. Mereka yang berada di lokasi terpencil telah bisa menikmati komunikasi dengan dengan mudah.
Bagaimanapun sukses di rantauan, para transmigran ternyata tak bisa melupakan tanah kelahiran. Kerinduan untuk menginjak kembali tanah kelahiran dan menikmati kebersamaan dengan para sanak family, membuat para transmigran rela menyisihkan uang untuk biaya perjalanan pulang kembali, menjenguk sanak saudara di Lombok. Amaq Hus dan keluarga misalnya, tokoh masyarakat ini ikut pulang bersama keluarga untuk menikmati puasa Rhamadhan di kampung halaman leluhurnya.
“Kami tidak langsung pulang setelah menjenguk kampung, tapi nanti setelah lebaran”. Kata Amaq Hus saat bercengkrama di Pos Ronda Jalan Senopati.  Amaq Hus pulang menjenguk kampung bersama Isnan dan istrinya sera Husnul Huda. Saking lama tdak pernah bertemu, banyak kawan kecil yang tidak dikenalnya. Postur tubuh yang telah berubah membuat mereka sulit untuk saling mengenal jika bertemu. “ Saya merasa asing karena tidak banyak anak muda yang saya kenal, apalagi sudah banyak anak-anak yang lahir setelah kami berangkat dan kini mereka sudah menjadi dewasa. Katanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar