Para transmigran asal
Abiantubuh Karang Bata, berangkat ke Kaltim sekitar tahun 1989. Melewati
perjuangan berat dan kerja keras nan tak pernah menyerah, kini para transmigran
bisa hidup lebih enak dibanding dulu di kampung halamannya. Awalnya, bersama
puluhan keluarga lain, Amaq Hus dan Tuaq
Isnaen berangkat dengan cita-cita mengubah nasib. Mereka membawa serta semua
keluarga, hingga kampung halaman yang ditinggal waktu itu penduduknya berkurang
drastis. Rasa haru tak bisa dihindari, saat seisi kampung mengiringi
keberangkatan begitu banyak keluarga mereka secara bersamaan meninggalkan
kampung halaman. Dari asrama Trasito di Majeluk, mereka diberangkatkan melalui
pelabuhan Lembar menuju Kalimantan Selatan.
Waktu demi waktu berputar sejak
hijrahnya puluhan keluarga Abiantubuh, tidak terasa mereka telah berada di
rantauan puluhan tahun. Banyak cerita sukses dari mereka yang berjuang keras
melawan ganasnya alam. Jika di kampung halaman mereka tak memiliki sejengkal
tanah tempat bercocok tanam, di rantuan tanah itu bisa dimilikinya. Anak-anak
yang dulu tak bisa bersekolah tinggi, dirantuan mereka bisa menikmati
pendidikan yang lebih layak hingga perguuan tingi.
Awalnya komunikasi antar keluarga
dilakukan lewat surat
menyurat. Seiring waktu, komunikasi telah dilakukan lewat hp. Mereka yang
berada di lokasi terpencil telah bisa menikmati komunikasi dengan dengan mudah.
Bagaimanapun sukses di rantauan,
para transmigran ternyata tak bisa melupakan tanah kelahiran. Kerinduan untuk
menginjak kembali tanah kelahiran dan menikmati kebersamaan dengan para sanak
family, membuat para transmigran rela menyisihkan uang untuk biaya perjalanan
pulang kembali, menjenguk sanak saudara di Lombok .
Amaq Hus dan keluarga misalnya, tokoh masyarakat ini ikut pulang bersama
keluarga untuk menikmati puasa Rhamadhan di kampung halaman leluhurnya.
“Kami tidak langsung pulang
setelah menjenguk kampung, tapi nanti setelah lebaran”. Kata Amaq Hus saat
bercengkrama di Pos Ronda Jalan Senopati.
Amaq Hus pulang menjenguk kampung bersama Isnan dan istrinya sera Husnul
Huda. Saking lama tdak pernah bertemu, banyak kawan kecil yang tidak
dikenalnya. Postur tubuh yang telah berubah membuat mereka sulit untuk saling
mengenal jika bertemu. “ Saya merasa asing karena tidak banyak anak muda yang
saya kenal, apalagi sudah banyak anak-anak yang lahir setelah kami berangkat
dan kini mereka sudah menjadi dewasa. Katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar