Sabtu, 06 Oktober 2012

Koleksi Khutbah Iedul Adha 2012

الله أكبر الله أكبر الله أكبر 
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ilustrasi (aishagrace.wordpress.com)
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
dakwatuna.com - Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita sangat banyak sehingga kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat itu. Karenanya dalam konteks nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk menghitung tapi mensyukurinya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1432 H seluruh umat Islam di seantero dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Sehari sebelumnya, 9 Dzulhijah 1432 H, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai ihram putih sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada keistimewaan  antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya kecuali takwa kepada Allah.      Dan Hari ini juga kita kembali di  ingatkan kepada kisah seorang kholilulloh kekasih Allah SWT,  nabi Ibrahim as yang Allah uji kecintaannya, antara cintanya kepada keluarga ( nabi Ismail as dan Siti hajar )  dan cintanya kepada Allah. Alhamdulillah cintanya kepada Allah melebihi dari segalanya, hal ini membuat kita bahkan nabi Muhammad SAW harus mengambil pelajaran darinya.
Allah berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada contoh teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.”    (QS. Al Mumtahanah: 4)
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Minimal ada Empat pelajaran yang terdapat dari kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya:
Pesan Pertama: Berbaik sangka kepada Allah SWT
Di dalam kitab;  Anbiyaa Allah ( Nabi – Nabi Allah) di karang oleh Ahmad Bahjat beliau menjelaskan.
Pada suatu hari, Ibrahim as terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba dia memerintahkan kepada istrinya, Siti Hajar, untuk mempersiapkan perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu nabi Ismail masih bayi dan belum disapih.
Ibrahim as melangkahkan kaki menyusuri bumi yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan, kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim  menuju ke sebuah lembah yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan tidak ada kehidupan di dalamnya.
Di tempat itu beliau turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya. Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Siti hajar terperangah diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang sambil bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim as tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab, “benar“.  Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,” kami tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan mereka.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Lihatlah, bagaimana nabi Ibrahim dan Siti hajar, mampu berbaik sangka kepada Allah SWT mereka meyakini bahwa selagi mereka bersama Allah, maka tidak akan ada yang menyengsarakannya, tidak akan ada yang dapat mencelakainya, tidak akan ada yang dapat melukainya.
Bila kita lihat banyaknya manusia yang  frustasi dalam kehidupan ini atau banyaknya manusia sengsara bukan karena sedikitnya nikmat yang Allah berikan kepada mereka akan tetapi karena sedikitnya husnu dzon (berbaik sangka) kepada kebaikan Allah, Padahal nikmat yang Allah berikan lebih banyak dari pada siksanya. Oleh karena itu kita harus berbaik sangka kepada Allah karena Allah menjelaskan dalam hadits qudsi bahwa Dia sesuai prasangka hambanya;
Dari Abu Hurairah RA berkata, bersabda Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Manusia wajib berbaik sangka kepada Allah apa pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka, maka berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik sangka kepada-Nya.
Seorang hamba yang bijak adalah mereka yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan. Jika ia diberi kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah. Ia tidak merasa dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia diuji dengan penderitaan atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang  mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk sangka dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah menghinakannya.
Kita harus belajar kepada Siti hajar walaupun dia seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian di tinggalkan suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini adalah perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti hajar saja, kisah ini bukan untuk zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang pada setiap zaman bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang senantiasa berbaik sangka kepada-Nya dalam segala hal.
Pelajaran kedua: Mencari rezeki yang halal
Setelah Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya untuk kembali meneruskan perjuangannya berdakwah kepada Allah. Siti hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan. Setelah dua hari, air yang di bawah habis, air susunya pun kering. Siti hajar dan Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis, kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar.
Ismail mulai menangis karena kehausan. Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air. Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi pandangan matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari sumur, manusia, kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari – lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu, barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun.
Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok bayinya. Dia mendapati Ismail terus menangis . tampaknya sang bayi benar-benar kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa, sebanyak tujuh kali.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari kejadian ini..
Yaitu kesungguhan Siti hajar dalam mencari air di keluarkan segala tenaganya bolak balik dari Shafa dan Marwa, walaupun bolak balik dari Shafa dan Marwa belum mendapatkan air dia terus berusaha. Walaupun akhirnya air itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini memberikan pelajaran kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki dengan mengeluarkan segala kemampuan yang kita miliki karena Kita di perintahkan bukan Cuma melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita keluarkan, Rasulullah SAW sangat mencintai orang-orang yang bekerja keras.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang matahari.
Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu ?’
Sa’ad menjawab, ‘ Wahai Rasulullah, tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku,’
Seketika itu, Rasulullah mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata,’Inilah tangan yang tidak pernah tersentuh api neraka,’
Hikmah dari kisah ini yaitu terdapat tanggung jawab seorang Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari dalam menafkahi anak dan istrinya melalui rizki yang halal. Tangan yang semata-mata berada di jalan Allah SWT dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan Amanah.
‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin yang giat bekerja.’(HR. Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda,“Tidaklah sekali-kali seseorang itu makan makanan lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan Nabi Daud AS itu makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari).
Bahkan Allah SWT berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴿١٠﴾
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10)
ayat ini memotivasi kita untuk bekerja keras, setelah melaksanakan shalat karena dengan bekerja kita akan mendapatkan rezeki yang halal.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
berhati-hatilah terhadap barang haram yang masuk ke tubuh kita, karena tidaklah tubuh yang di dalamnya ada barang haram kecuali neraka adalah lebih berhak untuk menjadi tempat kembalinya.
Rasulullah SAW: Wahai Sa’ad, murnikanlah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya. Sesungguhnya seorang hamba melontarkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang dagingnya tumbuh dari yang haram maka api neraka lebih layak membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga ketika tubuh termasuki dengan barang haram maka selama 40 hari amal ibadahnya tidak di terima Allah akan tetapi dosa – dosa yang diperbuatnya di catat oleh malaikat.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Pelajaran yang ke tiga: Berkorban untuk Allah SWT
Ketika Ismail bertambah besar, hati Ibrahim as tertambat kuat kepada putranya. Tidak mengherankan karena Ismail hadir di kala usia Nabi Ibrahim sudah tua. Itulah sebabnya beliau sangat mencintainya. Namun Allah hendak menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian yang besar disebabkan cintanya itu.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.  (QS. Ash Shaaffat: 102 )
Renungkanlah bentuk ujian yang telah Allah berikan kepada beliau. Bagaimana kira-kira perasaan Ibrahim as pada saat itu? Pergulatan seperti apa yang berkecamuk di dalam batinnya? Salah besar jika ada yang mengira bahwa tidak ada pergulatan pada diri Ibrahim as. Tidak mungkin ujian sebesar ini terbebas dari pergulatan batin. Ibrahim berpikir,” mengapa? Ibrahim membuang jauh-jauh pikiran itu. Bukan Ibrahim namanya jikalau beliau mempertanyakan kepada Allah“mengapa” atau“karena apa“karena orang yang mencintai tidak akan bertanya mengapa? Ibrahim hanya berpikir tentang putranya, apa yang harus beliau katakana kepada anak itu, saat beliau hendak membaringkannya di atas tanah untuk disembelih?
Ibrahim mengambil jalan yang paling baik, yaitu berkata yang jujur dan lemah lembut kepada putranya, ketimbang menyembelihnya secara paksa.
Lihatlah kepasrahan dan pengorbanan Ismail dan ayahnya Ibrahim mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di korbankan adalah diri Ismail.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Sadarkah kita, bahwa saat ini kita sedang di ajari oleh seorang anak dan ayahnya tentang makna pengorbanan kepada Allah dalam segala hal di kehidupan ini,
Kata kurban dalam bahasa Arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar (108): 2,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah“
Akan tetapi, pengertian korban bukan sekadar menyembelih binatang korban dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi, secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas.
Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy.   Rasulullah pernah ditimpuki dengan batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh Ibnu Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta, Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik matahari siang, Yasir dibantai, dan seorang  ibu yang bernama Sumayyah, ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu, umat Islam di Mekah ketika itu juga diboikot untuk tidak mengadakan transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya keluarga Rasulullah SAW. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy,   hingga beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit sepatu bekas.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pelajaran keempat adalah Mendidik Keluarga
Nabi Ismail tidak akan menjadi anak yang penyabar jika tidak mendapat pendidikan dari ibunya dan Siti hajar tidak akan menjadi seorang yang penyabar jika tidak di didik oleh nabi Ibrahim as. Dan nabi Ibrahim as tidak akan dapat sabar jika tidak didikan dari Allah SWT melalui wahyuNya.
Seorang anak dalam perkembangannya membutuhkan proses yang panjang, maka peran orang tua dalam membentuk perilaku yang berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna kepada anak semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai masa Kewajiban ini diberikan di pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat. Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap orang yang mengkhianati amanah Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Allah Swt. Pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang perlakuan mereka kepada anaknya.

DENGAN ‘IDUL ADHA KITA WUJUDKAN SOLIDARITAS SOSIAL

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر ×9 لا إله إلا الله، والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Hadirin, Sidang Jamaaah Idul Adha yang berbahagia!

Setiap orang yang beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT. Seluruh aktivitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia maksudkan untuk memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT.Bagi orang beriman tidak ada perbedaan antara aktivitas duniawiyah dan aktivitas ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan dengan niat untuk mencari ridha Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktivitas itu dilakukan sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktivitas tersebut sudah diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan dicurahkan Allah kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah, seorang yang beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan memberikan apa saja yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja yang mungkin ia korbankan.

Kesadaran dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang merupakan makna hakiki dari “Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan kemanfaatannya apabila diwujudkan ke dalam kehidupan realitas kita melalui makna instrumental-nya.

II. Makna Hakiki ‘Id al-Adha
Secara harfiah ‘Id al-Adha artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai demikian karena dimaksudkan untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh orang-orang yang beriman.

Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri; (1) niatnya karena Allah , (2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban,(3) daging kurban itu sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial, (4) pendistribusian secara adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.(5) dan pahala pertama, untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktivitas pengorbanan karena Allah.Demikian juga bagi mereka yang sedang melaksanakan haji, jika mereka diwajibkan menyembelih (unta, kambing, biri-biri, dan sapi), hendaklah disembelih di tanah haram dan dagingnya di hadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadah haji.

Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, kaum Muslimin jamaah Id al-Adha yang berbahagia !
Dengan demikian ada lima ciri yang terdapat di dalam aktivitas pengorbanan karena Allah. Kelima cirri tersebut berkaitan dengan (1) niatnya, (2) orientasinya, (3) kemanfaatannya, (4) caranya dan (5) tujuannya.

1. Niatnya
Aktivitas pengorbanan yang disyari’atkan oleh Islam adalah aktivitas pengorbanan yang diniatkan karena Allah. Dalam konteks ini, al-Ghazali mengemukakan dalam Ihya bahwa seseorang tidak sampai kepada Allah (tidak akan dapat mencapai posisi kurban atau dekat dengan Allah; amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah) kecuali apabila orang itu :

a. Sanggup membebaskan diri dari pengaruh hawa nafsu.

b. Mampu mengendalikan diri sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dan perilaku hidup hedonistic.

c. Di dalam ia melakukan sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan yang benar-benar perlu dan diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin, istiqamah, dan selalu peduli terhadap lingkungan dalam rangka memupuk kesadaran dan solidaritas.

d. Seluruh aktivitasnya, gerak maupun diamnya , seluruhnya ia niatkan karena Allah.

Esensi niat karena Allah adalah memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah sebagai wujud dari keimanan dan kesadaran selaku makhluk hamba Allah, dan khalifah Allah di muka bumi. Allah berfirman:

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء… (البينة\98 :5)

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus… .

Niat karena Allah mempunyai fungsi antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran tentang keberadaan (existensi) Allah , (2) menginsyafkan bahwa ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan hanya pantas diberikan kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, majikan atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk mentaati hukum; yaitu mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan kewajiban, ketentuan, dan peraturan, seluruh manusia sama di hadapan Allah; iman dan takwalah yang membuat seseorang dekat dan mulia di sisi Allah. (4) menjadikan Allah sebagai motivasi dan tujuan hidup dan (5) menghilangkan semua penyakit hati, seperti Syirik, kufur, munafik, takabbur, riya, ‘ujub,, dan lain sebagainya.

Orang yang memiliki niat yang mempunyai keimanan dan kesadaran seperti ini, akan dapat melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan keluarganya pada saat Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya Ismail as.

Padahal Nabi Ibrahim puluhan tahun mendambakan anak, begitu Allah memberikan anak dan ketika anak telah sampai usia tamyiz, bisa mambantu dan berusaha bersama ayahnya Ibrahim datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya. Apa yang menyebabkan Nabi Ibrahim siap untuk mengorbankan anaknya ?

a. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah.

b.Ismail sendiri bahkan bersedia mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh dan taat kepada Allah .

يآأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37:102)
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.


a. Siti Hajar ra, sekalipun air matanya nampak menitik pertanda bahwa ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, tetapi secara pasti ia berkata: “aku rela kalau itu memang perintah Allah”.

b. Setelah merasa pasti bahwa itu adalah keputusan dan ketetapan Allah, dalam kepastiannya sebagai pemimpin, sebagai orang kaya, bahkan sebagai orang yang bergelar Khalilullah, sebagai orang yang mempunyai kedekatan dengan Sumber Hukum dan Sumber Kebijakan. Tidak sedikitpun terbetik di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan secara berbeda di dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan. Karena Nabi Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Hukum Allah semua manusia sama; harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum, taat kepada peraturan dan ketentuan.

Kepatuhan dan ketaatan yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah ini, divisualisasikan (diragakan) secara simbolik dengan penuh keimanan dan keinsyafan oleh mereka yang melaksanakan ibadah haji, dan mereka yang melakukan ibadah kurban.

Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan kepatuhan dan ketaatan ini. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium hajar aswad (batu hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya karena patuh dan taat kepada Allah . Hal ini, sejalan dengan apa yang mereka nyatakan di dalam talbiyah , Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah ini aku datang memenuhi panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun yang Engkau perintahkan, siap meninggalkan apapun yang Engkau larang ! Di dalam kehidupan pasca ibadah haji , kesiapan inilah yang menjadi salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah hajinya mabrur atau tidak !

2. Orientasinya

Orientasi pengorbanan karena Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan :
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير. (الحج\ 22 : 28)
Maka makanlah sebagian dari padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk makan orang-orang yang sengsara lagi fakir.

Ayat di atas Allah menyatakan bahwa daging kurban boleh dinikmati oleh orang yang berkurban yang merupakan nikmat dan anugrah Allah, tetapi sebagian yang lain; didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan.

3. Kemanfaatannya
Kemanfaatannya dirasakan oleh semua pihak:
a. Pihak yang berkurban, kualitas keimanan, dan ketakwaannya bertambah; posisinya semakin dekat kepada Allah.

b. Nikmat dan karunia Allah tidak hanya oleh orang-orang tertentu saja melainkan juga oleh orang-orang yang berada di lingkungannya, terutama oleh mereka yang berada pada posisi mustad’afin .

c. Penyakit-penyakit sosial, seperti sikap apatis, individualistik, egoistic, dan kazaliman-kezaliman lainnya diharapkan dengan sendirinya akan terkikis melalui proses interaksi dalam kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah, sehingga apa yang disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang dapat menimbulkan antara lain sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis dan kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.

4. Caranya
Cara berkurban karena Allah, seperti yang ditunjukkan oleh Allah sendiri, yaitu bukan dengan cara membinasakan manusia, tetapi justru dengan menyelamatkan manusia dan kemanusiaan; dengan jalan mensyukuri nikmat dan karunia Allah, dalam rangka mengoptimalisasikan kemanfaatan nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan oleh Allah dan menebarkannya secara adil dan merata.
Perintah penyembelihan terhadap Ismail semata-mata dimaksudkan hanya sebagi ujian, sebagai tuntutan pembuktian atas tekad kesetiaan yang pernah dinyatakan oleh Ibrahim as sendiri. Di samping sebagai Nabi, Ibrahim adalah seorang kaya yang sangat dermawan. Ia banyak mengorbankan harta kekayaannya untuk kepentingan sosial. Suatu waktu ia diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih sejumlah kambing dan sejumlah unta sebagai kurban dan santunan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Pujianpun banyak berdatangan tertuju kepadanya. Waktu itu, ia belum dikarunia anak. Pada waktu itulah ia berkata; bahwa anak sendiripun akan dikorbankan apabila hal itu, diperintahkan oleh Allah. Maka tatkala anak itu benar-benar telah lahir, bahkan telah dapat membantu pekerjaannya dan tentu merupakan anak yang sangat didambakan dan dicintai oleh Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar. Dan datanglah tuntutan Allah agar Ibarahim membuktikan tekad dan kesetiaannya kepada Allah.

Setelah Ibrahim as yakin bahwa mimpi itu, benar-benar perintah Allah, iapun berbulat hati untuk melaksanakannya. Ayah dan anak tunduk pada kehendak Allah, tetapi Allah yang kemudian menghentikannya. Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibarahim dan Ismail as maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantikannya dengan seekor kambing yang besar yang dagingnya diperintahkan untuk didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang membutuhkannya. فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير peristiwa ini menjadi dasar syariat Kurban yang dilakukan setiap tahun dalam rangkaian Hari Raya dan Ibadah Haji.

5. Tujuannya
Tujuan berkurban adalah taqarrub kepada Allah, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada-Nya untuk memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha-Nya. Upaya mendekatkan diri kepada Allah تقرب إلى الله adalah proses yang terus menerus bergerak tanpa henti. Karena taqarrub إلى الله merupakan proses terus menerus tanpa henti; maka di dalamnya pasti terdapat dinamika, terdapat aktivitas, kreativitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi, yang kesemuanya berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah; berjalan secara efisien, efektif, disiplin, istiqamah, dan manfaat bagi lingkungannya.

Allahu Akbar 3x Walillahi al- Hamd!
Hadirin, Kaum Muslimin Sidang ‘Id yang berbahagia !

Ada 3 hal yang terus menerus bergerak dalam proses taqarrub إلى الله terus menerus bergerak tiada henti berzikir kepada Allah, ia bahkan melakukan تخلق بأخلاق الله ; proses internalisasi,; melakukan penyontohan dan peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah, sehingga akal sebagai top exekutif (presiden) di dalam wilayah kekuasaan jasmani dan ruhani dapat mengintruksikan kepada pancaindra dan anggota badan dengan instruksi-instruksi yang telah terilhami, yaitu akibat hatinya yang terus menerus berzikir dan takhalluq bi akhlaqillah . Maka yang keluar dari anggota badannya – yaitu sebagai tahaqquq atau realisasi dari zikir dan pikir serta proses peneladanan terhadap sifat dam akhlak Allah tadi – tiada lain adalah aktivitas-aktivitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi yang positif konstruktif dan berguna yang berwujud kegiatan-kegiatan yang di dalam bahasa agama disebut amaliyah shalihah yang pada gilirannya akan membentuk budaya dan kebudayaan yang saleh pula.

b. Kedudukan dan Martabat
Harkat, martabat, dan kedudukan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju kemuliaan dan kesempurnaan. Yaitu seiring dengan amaliyah –amaliyah salihah yang ia lakukan dan prestasi-prestasi mubarakah yang ia raih.

d. Keadaan Masyarakat dan Lingkungan
Keadaan masyarakat dan lingkungan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT . Sebab dari diri orang yang takarrub kepada Allah akan memancar cahaya, yaitu cahaya dalam bentuk amaliyah-amaliyah salihah tadi, yang dapat menghilangkan kepekatan-kepekatan sosial dan kesemerawutan tatanan kehidupan dan lingkungan, sehingga apa yang disebut di dalam Al-Qur’an dengan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur dapat terwujud menjadi kenyataan.

III. Makna Instrumen tal ‘Id al-Adha/ Ibadah Kurban
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd

Hadirin, Kaum muslimin dan Muslimat yang berbahagia!

Nilai-nilai, semangat, dan sejarah berkurban seperti yang telah kita sebutkan hanya akan menjadi “laksana mutiara dalam lumpur” manakala kita tidak dapat mewujudkannya ke dalam kenyataan hidup dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud dan tujuannya, seyogyanya ibadah kurban yang disyari’atkan oleh Allah ini, kita jadikan sebagai sarana pendidikan; kita jadikan sebagai instrumen atau alat untuk mewujudkan nilai-nilai intrinsiknya (harkat yang terkandung di dalamnya ) diaplikasikan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, sehingga sesuai dengan sifatnya dan kemanfaatannya dapat dirasakan secara bersama-sama, terutama oleh masyarakat dan lingkungan di mana kita berada.

IV. Penutup
Hadirin kaum muslimin sidang Id al-Adha yang berbahagia!
Demikianlah, Khutbah Tentang Ibadah Kurban / ‘Id al-Adha tidak boleh berhenti hanya pada makna intrinsiknya, akan tetapi ia harus berlanjut dengan mengaplikasikan makna-makna tersebut melalui makna instrumentalnya: dan inilah yang dikehendaki oleh setiap peribadatan atau ritual dalam Islam.

Hadirin yang berbahagia !
Di dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, di mana bangsa Indonesia mendapat cobaan yang beruntun, tidak putus-putusnya; mulai dari musibah Tsunami di Aceh dan Nias, Tsunami di Sukabumi, Cirebon, dan lain-lain tempat. Gempa bumi di Yogyakarta dan terakhir ini, musibah Semburan Lumpur Panas di Sidoarjo yang masih berlangsung sampai hari ini dan juga bermunculan semburan Lumpur di beberapa tempat di Jawa dan Kalimatan.

Di samping itu bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari krisis-krisis yang melanda bangsa ini, seperti krisis sosial, krisis kepemimpinan, politik, krisis ekonomi, bahkan krisis moral, krisis nilai, ajaran, solidaritas sebagai bangsa, krisis kepercayaan, krisis kejujuran, dan semangat pengorbanan. Nampaknya, kita sangat membutuhkan semangat pengorbanan dan solidaritas, agar kita dapat keluar dan terbebas dari segala bentuk krisis yang kita sedang alami. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib mengajak; marilah Hari Raya Idul Adha dan penyelenggaraan ibadah kurban 1427 Hijriah kali ini, kita jadikan sebagai momentum untuk mewujudkan nilai, ajaran, semangat nilai jiwa pengorbanan karena Allah, dan solidaritas, baik sebagai bangsa Indonesia, maupun sebagai umat Islam sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya.
Dengat semangat taqarrub kepada Allah kita tingkatkan zikir dan pikir kita, kita tingkatkan semangat pengorbanan dan solidaritas, kita tingkatkan proses penyontohan serta peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah tertutama terhadap sifat-sifat-Nya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha Pengatur dan Maha Pemelihara, Maha Pemberi Pertolongan dan Maha Penyantun, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Nikmat, Maha Pelimpahan Kebaikan dan Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi tobat dan Maha Pembebas dari segala penderitaan dunia maupun penderitaan akhirat. Dengan cara seperti itulah إن شاء الله kita akan mampu menghadapi krisis-krisis yang kini sedang melanda kita bangsa Indonesia; Hanya dengan cara meningkatkan zikir dan pikir dengan meningkatkan taqarrub kita kepada Allah dan berakhlak dengan sifat dan akhlak Allah, dengan memohon taufiq, hidayah, dan “inayah Allah, kita akan dapat melewati segala bentuk krisis tersebut karena kita senantiasa bersama Allah. Kita dapat menjalani hidup dan kehidupan ini dengan sukses , penuh dengan rahmat, maghfirah, keberkahan, dan keridhaan-Nya apapun tantangan dan ujiannya! Kita memohon kiranya Allah SWT berkenan memberi kekuatan dan kemampuan kepada kita, memberikan taufiq, hidayah, dan ‘inayah-Nya kepada kita semua, terutama kepada mereka yang berada pada posisi “bisa membantu” mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kita ucapkan selamat kepada mereka semua yang berkurban; karena niatnya yang tulus ikhlas, amal ibadahnya diterima oleh Allah; dosa dan kesalahan mereka diampuni; segala usaha dan aktivitasnya diberkati, sedang perniagaannya dengan Allah, yaitu pengorbanannya di jalan Allah yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang berdampak kepada harmonisnya kehidupan sosial, mendapatkan anugerah dan ridha Allah. Di dunia mereka mendapatkan bimbingan dan tuntunan Allah. Sedang di akhiratnya nanti mereka dimasukkan ke dalam syurga dengan limpahan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT.

Kepada mereka yang menunaikan ibadah haji, semoga hajinya diterima oleh Allah sebagi haji yang mabrur. Kepada mereka yang kini dilanda berbagai musibah dan kesulitan, terutama kesulitan yang diakibatkan oleh berbagai krisis seperti yang disebutkan sebelumnya, semoga Allah memberikan kesabaran dan segera menghindarkan mereka dari kesulitan-kesulitan yang mereka alami.

إنما يُوَفَّى الصابرون أجرَهم بغير حساب . (الزمر\ 39 : 10 )

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

Orang-orang yang sabar mereka dimasukkan dalam syurga tanpa melalui timbangan amal baik atau buruk di hari kiamat.
Kepada kita semua, kepada bangsa Indonesia, kepada kaum mukminin dan mukminat di manapun mereka berada, kepada ibu dan bapak kita, kepada para pemimpin kita, kepada anak, cucu dan keluarga kita, kepada generasi kita yang akan melanjutkan hidup kita, kiranya Allah berkenan memberikan ketetapan iman dan Islam, memberikan taufiq, hidayah dan ‘inayah-Nya, memberikan kemudahan dan keberkahan-Nya, sehingga kita dapat memperoleh kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak.

Amin ya rabbal ‘alamin.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات ، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنه قريب مجيب الدعوات ويا قاضى الحاجات ويا غافر الذنوب والخطيئات، برحمتك يا أرحم الراحمين. والحمد لله رب العالمين .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته .

[1] ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله ، والله رؤوف بالعباد. (البقرة :2 : 207)
Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah ; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya.

[2] لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم … (الحج :22 : 37)
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah , tetapi ketaqwaan dari kamu yang dapat mencapainya.

[3] والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير، فاذكروا اسم الله عليها صوافَّ ، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعترَّ ، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. (الحج\ 22 : 36)
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamuj meyembelinya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Dan kemudian telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.

[4] لكم فيها منافع إلى أجل مسمًّى ثم محِلُّهـا إلى البيت العثيق . (الحج \ 22 : 33)
Bagi kamu pada binatang-binatang (hadyu), itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang telah ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa), menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).

[5] Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989: 302

[6] فلما بلغ معه السعى قال يا بنى إنى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى، قال يا أبت افعل ما تؤمر ، ستجِدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37: 102)
فلما أسلما وتله للجبين .(103)
وناديناه أن يا إبراهيم .(104)
قد صدقت الءيا ، إنا كذلك نجزى المحسنين. (105)
إن هذا لهو البلاء المبين . (106)
وفديناه بذبح عظيم.(107)
Maka tatkala anak itu sampai pada usia dapat berusaha bersama-sama Ibrahi, Ibrahim berkata; “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu . Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab : Wahai ayahku , kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102)
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya .(103)
Dan Kami panggil dia: Hai Ibrahim. (104)
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.(106)
Dan Kami tebus anak itu dengan seokor sembelihan yang besar. (107)

Berqurban Adalah Realisasi Dari Ketaqwaan Kepada Allah

Oleh : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh …
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله  من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله   إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، صلى الله عليه، وعلى آله وصحبه وسلم.
أما بعد:
Ayyuhal Muslimuuna Ibadallah,
Pada pagi yang cerah ini, Allah telah melimpahkan kepada kita demikian banyak kenikmatan dan anugrah-Nya, sehingga pada hari ini kitapun merasakan salah satu bentuk kenikmatan dari Allah Subhanahu wata’ala, dengan membesarkan Asma’ullahi tabaaka wata’ala
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laailaaha Illallahu Allahu Akbar, Allahu akbar Walillahilhamdu..
,
Kita memuji Allah dan kita mengagungkan syi’ar –syiar Allah Subhanahu wata’ala.
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Barang siapa yang mengagungkan syia’ar-syi’ar Allah Subhanahu wata’aala, maka itu adalah bentuk ketaqwaan hati-hati mereka”
(QS.Al-Hajj:32)
Maasyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah…
Pada hari ini sebagaimana yang telah kita ketahui, pada iedul adha dimana kaum muslimin di seluruh penjuru dunia mereka merasakan nikmat Allah Subhanahu wata’ala, dengan merayakan salah satu hari raya mereka disetiap tahunnya dimana mereka berqurban, dimana mereka melihat kekuasaan dan kebesaran Allah Subhanahu wata’ala, semoga Allah Jalla, wa’ala Senantiasa memberikan kemuliaan kepada kaum muslimin dan menetapkan izzah itu kepada mereka di dunia demikian pula di akhirat.

Maasyiral muslimin Rahimakumullah ……
Sesungguhnya ibadah qurban Iedul Idha yang kita rayakan pada hari ini, adalah  merupakan salah satu ibadah yang dengannya seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala, untuk menunjukkan apakah mereka termasuk hamba-hamba yang senantiasa ikhlas yang senantiasa tunduk kepada perintah-perintah-Nya dan kepada syari’at-syari’at-Nya. Oleh karena itu bukanlah darah-darah yang ditumpahkan, dan bukan pula daging-daging yang dibagikan yang akan sampai kepada Allah tabaaraka wata’ala, sebab Allah jalla wa’ala, tidak membutuhkan semua itu akan tetapi yang akan sampai kepada Allah jalla wa ‘ala dan demi kemaslahatan hamba-hamba itu sendiri adalah ketaqwaan mereka.
Disaat mereka menyembelih dan disaat mereka berqurban maka hendaknya seorang hamba itu meyakini bahwa itu adalah ibadah yang dengannya dia mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala, maka hendaknya dia ikhlas, dia tidak menyembelih qurban melainkan semata-mata mendapatkan ridho Allah Subhaanahu wata’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
“ Dan tidakalah mereka diperintahkan, melainkan mereka hanya diperintahkan menyembah hanya kepada Allah dengan ikhlas yang jauh dari perbuatan syirik”
(Q.S :Al-Bayyinah 5 )
Oleh karena itu Allah Subhanahu Wata’aala berfirman :
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
(QS.Al-Hajj:37)
Dan ini merupakan bekal bagi setiap hamba untuk persiapan mereka menuju kepada perjalanan yang lebih panjang, perjalanan akhirah, perjalanan yang menuju kekekalan, dimana seorang hamba akan meraih keberhasilan dengan ketaqwaan kepada Allah, sebab Allah Jalla wa ‘ala, telah memerintahakan hamba-hambanya agar hendaknya mereka berbekal dengan bekal taqwa dan bekal taqwa menuju Akhirah adalah sebaik-baik bekal.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“berbekallah kalian,sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.”
(QS.Al-baqarah:197)
Dan Allah Subhanahu wata’ala, telah menjanjikan bagi mereka yang bertaqwa kepada Allah, mereka akan meraih keberhasilan, kebahagiaan yang mutlak  disaat Allah Subhanahu wata’ala memasukkan mereka kedalam keridhoan-Nya, disaat Allah Jalla wa’ala, memasukkan meraka kedalam Jannah-Nya ( Surga-Nya. Pen ) dan itu merupakan akhir perjalanan yang terbaik.
Sebagaimana yang kita ketahui Maasyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah ……
Bahwa dunia ini adalah merupakan kehidupan sementara, dimana mereka akan kembali kepada Allah jalla wa’ala.
Rasulullah Shallollohu ‘alaihi wasallam bersabda;
كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل
“ Jadilah kalian di dunia ini seperti orang yang terasingkan atau seperti orang yang hendak menyeberangi jalan( lalu kemudian mereka akan sampai ke tempat tujuannya).
(HR.Bukhari dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma)
Maka demikian pula kita dalam kehidupan dunia ini, dunia adalah merupakan kehidupan yang sementara, sementara kehidupan akhirah adalah kehidupan yang kekal dan demikian banyak dari kalangan manusia lalai dalam kehidupan dunianya, sehingga mereka tidak lagi memperhatikan perjalanan mereka yang masih panjang menuju kehidupan akhirah.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17
“kalian lebih mendahulukan kehidupan dunia padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal “
(Q.S. Al-A’la : 16-17 )
Allah Subhaanahu wata’ala juga berfirman :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).Katakanlah: “Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.”
(QS.Ali Imran:14-15)
Perhatikan di dalam ayat Allah Subhanahu wata’ala ini, setelah Allah menyebutkan sekian banyak dari kenikmatan-kenikmatan dunia lalu kemudian Allah mengingatkan bahwa apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wata’ala itu jauh lebih baik dan tempat kembali yang terbaik.
Lalu Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ الله
Katakanlah: “Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah
Maasyiral muslimin Rahimakumullah ……
Bahwa balasan yang terbaik adalah apa yang ada disisi Allah Subhanahu wata’ala, sementara apa yang kita rasakan dari kenikmatan di dunia ini, itu sifatnya hanya sementara apapun yang kita rasakan di atas dunia ini itu akan hilang dan akan lenyap dalam waktu yang sementara lalu kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala. Apabila seseorang itu mukmin, maka kenikmatan itu akan berganti dengan kenikmatan yang yang terbaik yang ada disisi Allah Subhanahu wata’ala, namun bila orang tersebut  kafir maka kenikmatan itu terputus dan tidak akan bersambung di akhirat dan berganti dengan kesengsaraan dan siksaan dari Allah Jalla wa’ala.
Oleh Karena itu, hendaknya kita senantiasa berupaya dan berusaha untuk meraih kenikmatan yang abadi kenikmatan yang lebih besar ( Surga ) yang ada di sisi Allah Subhanahu wata’ala,
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (25)
” Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka mereka diberi rezqi buah-buahan dari surga, mereka berkata “inilah rezeki yang diberikan kepada  kami dahulu. “mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan mereka memperoleh pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya”
( Q.S. Al-Baqarah ; 25 )
Maasyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah…
Ketika kita mendengarkan sungai yang berada di dalam surga, jangan kita mengira atau menyangka bahwa sungai tersebut sama dengan sungai yang ada di dunia, sebab sesungguhnya sungai yang ada di dalam surga sungguh sangat jauh berbeda dengan sungai yang ada di dunia ini.
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, di dalam hadits yang diriwatkan Al-Imam Bukhari dan Muslim  dari Sahabat Abu Hurairah , bahwa Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda ; bahwa Allah Jalla wa’ala berfirman di dalam hadits qudsi
« أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ
” Aku telah persipakan bagi hambaku-hambaku yang shalih, sesuatu yang belum perna terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terbetik di dalam hati seorang pun”
Lalu kemudian Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, mengatakan, “bacalah bila kalian ingin ;
فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ
“tidak satupun jiwa mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yang menyejukkan pandangan mereka.”
(QS.As-Sajadah:17)
Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘anhuma, mengatakan ;
« ليس في الجنة شيء يشبه ما في الدنيا إلا الأسماء »
“tidak ada satupun dalam surga yang menyerupai apa yang ada didunia melainkan namanya saja.”
Oleh karena itu, ketika kita mendengarkan nama sungai yang ada di dalam surga, maka sesungguhnya sungai itu adalah sungai yang sangat indah, sungai yang sangat mengangungkan dan mengasyikkan bagi ahlinya.
Olehnya itu Allah subhanahu wata’ala berfirman ;
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ
” perumpamaaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak berubah, dan sungai-sungai air susu yang tida berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar ( yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni. Mereka di dalamnya memperoleh semua buah-buahan, dan ampunan dari rab mereka”
( Q.S Muhammad :15  )
Demikianlah apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wata’ala, demikian indahnya tentang surga yang dipersipapkan bagi orang-orang yang senantiasa bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala,
Ini hanya kita dengarkan Ma’asyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah…,
Apalagi bila seseorang telah memasukinya, maka dia akan merasakan kenikmatan yang luar biasa, tidak ada kelelahan tidak ada rasa capek dan tidak ada kotoran di dalam surga, namun mereka akan mendapatkan kenikmatan dari Allah Subhanahu wata’ala.
كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
” Setiap mereka mendapatkan rezqi, setiap mereka mendapatkan buah-buahan di dalam surga, lalu mereka mengatakan bahwa ” Inilah yang pernah di berikan kepada kami dahulu”, 1
( Q.S. Al-Baqarah ; 25 )
وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا
” Mereka Diberikan serupa,” yakni ketika seseorang memakan buah-buahan yang ada didalam surga, mereka merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kemudian setelah mereka menginginkan kembali, dan mereka melihat bahwa buah ini sama dengan apa yang pernah mereka makan sebelumnya mereka makan. Namun ketika mereka makan, rasanya berbeda, rasanya nikmat, berbeda dengan apa yang pernah mereka makan sebelumnya.
Ma’asyiral muslimin Rahimakumullah…,
Demikian indahnya, demikian lezatnya apa yang dirasakan oleh penghuni surga ketika mereka sudah berada di dalam surga tersebut.
Demikianpula apa yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wata’ala ;
وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ (27) فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ (28) وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ (29) وَظِلٍّ مَمْدُودٍ (30
“dan golongan kanan , alangkah mulianya golongan kanan itu, mereka berada diantara pohon bidara yang tidak berduri, dan buah pisang yang bersusun-susun buanhya”
(Q.S. Al-Waqi’ah : 27-30 )
Di dalam Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Radiyallohu ‘anhu, Rasulallah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ لَشَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِى ظِلِّهَا مِائَةَ عَامٍ لاَ يَقْطَعُهَا »
“sesungguhnya didalam surga ada sebuah pohon yang seseorang berjalan dibawah naungannya dalam jarak perjalanan seratus tahun ,naungan itu tidak terputus.”
Demikian besarnya dan demikian indahnya, demikian nikmatnya apa yang dirasakan oleh penghuni surga tersebut.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman;
وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ (32) لَا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ (33
” Dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang untuk mengambilanya.
( Q.S. Al-Waqi’ah : 32-33 )
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman ;
وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
” Mereka akan mendapatkan semua dari buah-buahan “
Kemudian Allah Subhanahu wata’aala, berfirman
وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
” Dan mereka memperoleh pasangan-pasangan yang suci ( bidadari-bidadari surga )dan mereka kekal di dalamnya”
( Q.S. Al-Baqarah ; 25 )
Dan Rasulullah , mengambarakan tentang kesucian bidadari surga itu,
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukahri dari Hadits Abu Hurairah Radiyallohu ‘anhu  bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda:
« أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ، وَالَّذِينَ عَلَى آثَارِهِمْ كَأَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُرِّىٍّ فِى السَّمَاءِ إِضَاءَةً ، قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ ، لاَ تَبَاغُضَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَحَاسُدَ ، لِكُلِّ امْرِئٍ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ ، يُرَى مُخُّ سُوقِهِنَّ مِنْ وَرَاءِ الْعَظْمِ وَاللَّحْمِ »
” Kelompok yang pertama yang masuk ke dalam surga seperti bulan purnama yang terang benderang, kelompok yang kedua yang masuk ke dalam surga adalah seperti bintang yang terang yang paling indah yang ada di langit, lalu mereka mengeluarkan cahaya yang terang dari tubuh-tubuh mereka. Dimana hati-hati mereka ibarat satu hati tidak saling membeci dan tidak saling memdengki diantara mereka, dan bagi setiap orang mereka akan mendapatkan dua bidadari, dengan keindahan mereka para bidadari tersebut, sum-sum yang ada di betis mereka terlihat dari balit daging dan tulang mereka.”
Dalam hadits yang lain yang diriwatkan Bukhari dari Anas bin Malik Radiyallohu ‘anhu, Rasulullah bersabda ;
وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى الأَرْضِ ، لأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا ، وَلَمَلأَتْ مَا بَيْنَهُمَا رِيحًا ، وَلَنَصِيفُهَا – يَعْنِى الْخِمَارَ – خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا »
” Kalaulah sekiranya seorang wanita dari penduduk surga menengok ke bumi- yakni memperlihatkan tubuhnya ke bumi-, maka akan terang seluruh langit dan bumi ini, dan akan tercium baunya yang harum memenuhi langit dan bumi. Dan kerudung yang ada di kepala bidadari tersebut lebih baik daripada bumi dan segala isinya.”
Inilah yang dipersiapkan bagi mereka.
Demikian pula para ahlul jannah dari kalangan wanita dunia, ketika mereka masuk ke dalam surga, maka mereka akan dimuliakan oleh Allah Subahanahu Wata’ala  dan akan dipercantik dan akan diberi keindahan oleh Allah Jalla Wa’tala apabila suami istri itu bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala, mereka akan dikumpulkan oleh Allah bersama dengan anak-anak mereka.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ
” Dan orang-orang yang beriman lalu keimanan itu diikuti oleh keturunan mereka, maka kami akan mengumpulkan mereka ke dalam jannah dan kami tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa yang telah  mereka amalkan di dunia ini.”
(QS.At-Thur:21)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan dalam hadits yang shahih :
المرأة لآخر أزواجها
” Seorang wanita akan dikumpulkan bersama dengan suami terakhirnya di dunia.”
(HR.Abu Ali Al-Harrani dari Abu Darda’ radhiallahu anhu,ihat Ash-Shahihah,Al-Albani:1281)
Mereka akan dikumpulkan semua ke dalam jannah dan mereka akan merasakan kemuliaan. Seorang wanita akan diberikan kecantikan dan keindahan yang luar biasa. Allah Subhananu Wata’ala berfirman :
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً  فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا  عُرُبًا أَتْرَابًا
“Kami menciptakan mereka dalam bentuk yang baru (yang muda),lalu kami jadikan mereka perawan,yang sangat genit kepada suaminya,dalam usia yang sama.”
(QS.Al-waqi’ah:35-37)
Mereka juga termasuk kedalam keumuman firman Allah Subhanahu wata’ala;
أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ
Istri-istri yang disucikan ………….
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh At-tirmidzi dalam Kitabnya As Syama’il Muhammadiah; ada seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam,  lalu di mengatakan kepada Rasulullah, do’akan aku agar aku masuk kedalam surga,. Namun Rasulullah mengatakan bahwa “seorang nenek atau wanita yang sudah tua tidak akan masuk kedalam surga, sehingga wanita ini berpaling dan menangis karena sedih disebabkan karena seorang nenek tidak akan masuk kedalam surga. Kemudian Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, mengatakan kepada salah seorang sahabatnya untuk menyampaikan kepada nenek itu, bahwa sesungguhnya bila ia masuk kedalam surga dia tidak akan seperti keadaannya di dunia ini seperti nenek, namun Allah akan mengembalikan dia sebagai wanita yang muda dan cantik jelita dan wanita yang disucikan.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wata’ala;
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (35) فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36
“Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung, lalu kami jadikan mereka menjadikan mereka perawan-perawan yang penuh cinta kepada suaminya, dan sebaya umurnya”
( Q.S. Al-Waqi’ah : 35-37 )
Demikianlah Allah Subhanahu wata’ala, sebutkan dari sebagian sifat dan kenikmatan Ahlul Jannah, dan demikian pula dari ayat-ayat Allah yang lain menjelaskan tentang sifat kenikmatan yang akan diperoleh para Ahlul Jannah.
Olehnya itu Ma’asyiral muslimin Rahimakumullah, carilah jalan-jalan menuju surga-Nya, demikian banyak jalan-jalan menuju surga Allah Subhanahu wata’ala,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“orang-orang yang bersungguh-sunnguh berjalan diatas jalan kami, maka kami akan berikan mereka petunjuk kepada jalan-jalan tersebut,sesungguhnya Allah senantiasa bersama dengan orang-orang yang berbuat baik”
(QS.Al-Ankabut: 69)
Semoga Allah Azza wajalla senantiasa menjadikan kita sebagai Ahlul Jannah dan semoga Allah, menjadikan ibadah qurban ini,  sebagai salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah, semoga Allah senantiasa menerima ibadah shalat kita, puasa kita demikian pula qurban kita,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,  hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri “.
(QS.Al-AN’am:162-163)
Wa aakhiruda’wana anil hamdulillahirobbil ‘alamin ….
Transkrip dari Rekaman Khutbah Iedul Adha 10 Dzul HIjjah 1430 H./27 November 2009
Di Lapangan Pelataran Masjid Zaadul Ma’aad Pon-Pes Ibnul Qoyyim Balikpapan
Oleh : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar