اَلْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ
وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut
setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
Pada
hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1432 H seluruh umat Islam di seantero
dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Sehari
sebelumnya, 9 Dzulhijah 1432 H, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah
haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai ihram putih
sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada
keistimewaan antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya kecuali takwa
kepada Allah. Dan Hari ini juga kita kembali di ingatkan kepada
kisah seorang kholilulloh kekasih Allah SWT, nabi Ibrahim as
yang Allah uji kecintaannya, antara cintanya kepada keluarga ( nabi
Ismail as dan Siti hajar ) dan cintanya kepada Allah. Alhamdulillah
cintanya kepada Allah melebihi dari segalanya, hal ini membuat kita
bahkan nabi Muhammad SAW harus mengambil pelajaran darinya.
“Sesungguhnya
telah ada contoh teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah: 4)
Minimal ada Empat pelajaran yang terdapat dari kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya:
Pada
suatu hari, Ibrahim as terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba dia
memerintahkan kepada istrinya, Siti Hajar, untuk mempersiapkan
perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk
melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu nabi Ismail masih bayi
dan belum disapih.
Ibrahim as melangkahkan kaki menyusuri bumi
yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di
padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan,
kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim menuju ke sebuah lembah
yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada
pepohonan, tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan
tidak ada kehidupan di dalamnya.
Di tempat itu beliau turun dari
punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya.
Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di
sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air
yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau
melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Siti hajar
terperangah diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang
sambil bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau
akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim
as tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti
hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap
membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena
kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya
untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah yang
memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab,
“benar“. Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,” kami
tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah
memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan
mereka.
Lihatlah,
bagaimana nabi Ibrahim dan Siti hajar, mampu berbaik sangka kepada
Allah SWT mereka meyakini bahwa selagi mereka bersama Allah, maka tidak
akan ada yang menyengsarakannya, tidak akan ada yang dapat
mencelakainya, tidak akan ada yang dapat melukainya.
Bila kita
lihat banyaknya manusia yang frustasi dalam kehidupan ini atau
banyaknya manusia sengsara bukan karena sedikitnya nikmat yang Allah
berikan kepada mereka akan tetapi karena sedikitnya husnu dzon
(berbaik sangka) kepada kebaikan Allah, Padahal nikmat yang Allah
berikan lebih banyak dari pada siksanya. Oleh karena itu kita harus
berbaik sangka kepada Allah karena Allah menjelaskan dalam hadits qudsi
bahwa Dia sesuai prasangka hambanya;
Dari Abu Hurairah RA berkata,
bersabda Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada
prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia
mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan
jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan
mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika
ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku
sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan
mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan
berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari. (Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim).
Manusia wajib berbaik sangka kepada Allah apa
pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai
persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan
memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka,
maka berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah
untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik
sangka kepada-Nya.
Seorang hamba yang bijak adalah mereka yang
senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan. Jika ia
diberi kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah. Ia
tidak merasa dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia
diuji dengan penderitaan atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang
mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk
sangka dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah
menghinakannya.
Kita harus belajar kepada Siti hajar walaupun dia
seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian di tinggalkan
suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini adalah
perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan
membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti hajar saja, kisah ini
bukan untuk zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang
pada setiap zaman bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya
yang senantiasa berbaik sangka kepada-Nya dalam segala hal.
Setelah
Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya untuk kembali meneruskan
perjuangannya berdakwah kepada Allah. Siti hajar menyusui Ismail
sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas matahari saat itu
menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan. Setelah dua
hari, air yang di bawah habis, air susunya pun kering. Siti hajar dan
Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis,
kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar.
Ismail mulai
menangis karena kehausan. Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian
untuk mencari air. Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit
Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak
tangannya di kening untuk melindungi pandangan matanya dari sinar
matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari sumur, manusia,
kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap
pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari –
lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu,
barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang
pun.
Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok bayinya. Dia
mendapati Ismail terus menangis . tampaknya sang bayi benar-benar
kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke
bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke
atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa,
sebanyak tujuh kali.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari kejadian ini..
Yaitu
kesungguhan Siti hajar dalam mencari air di keluarkan segala tenaganya
bolak balik dari Shafa dan Marwa, walaupun bolak balik dari Shafa dan
Marwa belum mendapatkan air dia terus berusaha. Walaupun akhirnya air
itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini memberikan pelajaran kepada kita
untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki dengan mengeluarkan
segala kemampuan yang kita miliki karena Kita di perintahkan bukan Cuma
melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita keluarkan, Rasulullah
SAW sangat mencintai orang-orang yang bekerja keras.
Diriwayatkan
bahwa suatu ketika Rasulullah berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz
Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat tangan Sa’ad yang melepuh,
kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang matahari.
Sa’ad
menjawab, ‘ Wahai Rasulullah, tanganku seperti ini karena aku mengolah
tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi
tanggunganku,’
Seketika itu, Rasulullah mengambil tangan Sa’ad dan
menciumnya seraya berkata,’Inilah tangan yang tidak pernah tersentuh
api neraka,’
Hikmah dari kisah ini yaitu terdapat tanggung jawab
seorang Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari dalam menafkahi anak dan istrinya
melalui rizki yang halal. Tangan yang semata-mata berada di jalan Allah
SWT dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan Amanah.
‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin yang giat bekerja.’(HR. Thabrani).
Rasulullah
SAW bersabda,“Tidaklah sekali-kali seseorang itu makan makanan lebih
baik daripada apa yang dimakannya dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan
Nabi Daud AS itu makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR.
Bukhari).
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ
اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴿١٠﴾
“Apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10)
ayat ini memotivasi kita untuk
bekerja keras, setelah melaksanakan shalat karena dengan bekerja kita
akan mendapatkan rezeki yang halal.
berhati-hatilah
terhadap barang haram yang masuk ke tubuh kita, karena tidaklah tubuh
yang di dalamnya ada barang haram kecuali neraka adalah lebih berhak
untuk menjadi tempat kembalinya.
Rasulullah SAW: Wahai Sa’ad,
murnikanlah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya.
Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya. Sesungguhnya seorang hamba
melontarkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya maka tidak akan
diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang
dagingnya tumbuh dari yang haram maka api neraka lebih layak
membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga ketika tubuh termasuki
dengan barang haram maka selama 40 hari amal ibadahnya tidak di terima
Allah akan tetapi dosa – dosa yang diperbuatnya di catat oleh malaikat.
Ketika
Ismail bertambah besar, hati Ibrahim as tertambat kuat kepada putranya.
Tidak mengherankan karena Ismail hadir di kala usia Nabi Ibrahim sudah
tua. Itulah sebabnya beliau sangat mencintainya. Namun Allah hendak
menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian yang besar disebabkan cintanya
itu.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا
بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا
تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai
(pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai
anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shaaffat: 102 )
Renungkanlah
bentuk ujian yang telah Allah berikan kepada beliau. Bagaimana
kira-kira perasaan Ibrahim as pada saat itu? Pergulatan seperti apa yang
berkecamuk di dalam batinnya? Salah besar jika ada yang mengira bahwa
tidak ada pergulatan pada diri Ibrahim as. Tidak mungkin ujian sebesar
ini terbebas dari pergulatan batin. Ibrahim berpikir,” mengapa? Ibrahim
membuang jauh-jauh pikiran itu. Bukan Ibrahim namanya jikalau beliau
mempertanyakan kepada Allah“mengapa” atau“karena apa“karena orang yang
mencintai tidak akan bertanya mengapa? Ibrahim hanya berpikir tentang
putranya, apa yang harus beliau katakana kepada anak itu, saat beliau
hendak membaringkannya di atas tanah untuk disembelih?
Ibrahim
mengambil jalan yang paling baik, yaitu berkata yang jujur dan lemah
lembut kepada putranya, ketimbang menyembelihnya secara paksa.
Lihatlah
kepasrahan dan pengorbanan Ismail dan ayahnya Ibrahim mereka
berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah. Mereka berlomba-lomba
untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di korbankan adalah
diri Ismail.
Sadarkah
kita, bahwa saat ini kita sedang di ajari oleh seorang anak dan ayahnya
tentang makna pengorbanan kepada Allah dalam segala hal di kehidupan
ini,
Kata kurban dalam bahasa Arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar (108): 2,
Akan
tetapi, pengertian korban bukan sekadar menyembelih binatang korban dan
dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi,
secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas.
Dalam
konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna
pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi
Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi
ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata
harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh
Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan
sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah
pernah ditimpuki dengan batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh Ibnu
Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta, Abu Lahab dan Abu
Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti
Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik
matahari siang, Yasir dibantai, dan seorang ibu yang bernama Sumayyah,
ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu,
umat Islam di Mekah ketika itu juga diboikot untuk tidak mengadakan
transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya keluarga
Rasulullah SAW. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy, hingga
beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan
kulit-kulit sepatu bekas.
Nabi
Ismail tidak akan menjadi anak yang penyabar jika tidak mendapat
pendidikan dari ibunya dan Siti hajar tidak akan menjadi seorang yang
penyabar jika tidak di didik oleh nabi Ibrahim as. Dan nabi Ibrahim as
tidak akan dapat sabar jika tidak didikan dari Allah SWT melalui
wahyuNya.
Seorang anak dalam perkembangannya membutuhkan proses
yang panjang, maka peran orang tua dalam membentuk perilaku yang
berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna kepada anak
semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai masa Kewajiban
ini diberikan di pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat.
Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap
orang yang mengkhianati amanah Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan
bahwa Allah Swt. Pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggungjawaban
setiap orang tua tentang perlakuan mereka kepada anaknya.
DENGAN ‘IDUL ADHA KITA WUJUDKAN SOLIDARITAS SOSIAL
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر ×9 لا إله إلا الله، والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Hadirin, Sidang Jamaaah Idul Adha yang berbahagia!
Setiap orang yang beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan
ridha Allah SWT. Seluruh aktivitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia
maksudkan untuk memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT.Bagi orang
beriman tidak ada perbedaan antara aktivitas duniawiyah dan aktivitas
ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan dengan niat untuk mencari ridha
Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktivitas itu dilakukan sesuai dengan
tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktivitas tersebut sudah
diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan dicurahkan
Allah kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah,
seorang yang beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan
memberikan apa saja yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja
yang mungkin ia korbankan.
Kesadaran dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang
merupakan makna hakiki dari “Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan
kemanfaatannya apabila diwujudkan ke dalam kehidupan realitas kita
melalui makna instrumental-nya.
II. Makna Hakiki ‘Id al-Adha
Secara harfiah ‘Id al-Adha artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai
demikian karena dimaksudkan untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan
oleh Nabi Ibrahim as. dan keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan
diwujudkan nilai-nilainya oleh orang-orang yang beriman.
Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam
penyembelihan hewan kurban itu sendiri; (1) niatnya karena Allah , (2)
yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan
dan ketakwaan orang berkurban,(3) daging kurban itu sendiri
didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang
benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya
meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial, (4) pendistribusian secara
adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas
nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.(5) dan pahala pertama,
untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang
mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga
terselenggaranya aktivitas pengorbanan karena Allah.Demikian juga bagi
mereka yang sedang melaksanakan haji, jika mereka diwajibkan
menyembelih (unta, kambing, biri-biri, dan sapi), hendaklah disembelih
di tanah haram dan dagingnya di hadiahkan kepada fakir miskin dalam
rangka ibadah haji.
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, kaum Muslimin jamaah Id al-Adha yang berbahagia !
Dengan demikian ada lima ciri yang terdapat di dalam aktivitas
pengorbanan karena Allah. Kelima cirri tersebut berkaitan dengan (1)
niatnya, (2) orientasinya, (3) kemanfaatannya, (4) caranya dan (5)
tujuannya.
1. Niatnya
Aktivitas
pengorbanan yang disyari’atkan oleh Islam adalah aktivitas pengorbanan
yang diniatkan karena Allah. Dalam konteks ini, al-Ghazali
mengemukakan dalam Ihya bahwa seseorang tidak sampai kepada Allah (tidak
akan dapat mencapai posisi kurban atau dekat dengan Allah; amal
ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah) kecuali apabila orang itu :
a. Sanggup membebaskan diri dari pengaruh hawa nafsu.
b. Mampu mengendalikan diri sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dan perilaku hidup hedonistic.
c. Di dalam ia melakukan sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan
yang benar-benar perlu dan diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin,
istiqamah, dan selalu peduli terhadap lingkungan dalam rangka memupuk
kesadaran dan solidaritas.
d. Seluruh aktivitasnya, gerak maupun diamnya , seluruhnya ia niatkan karena Allah.
Esensi niat karena Allah adalah memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya
kepada Allah sebagai wujud dari keimanan dan kesadaran selaku makhluk
hamba Allah, dan khalifah Allah di muka bumi. Allah berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء… (البينة\98 :5)
Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus… .
Niat karena Allah mempunyai fungsi antara lain: (1) menumbuhkan
kesadaran tentang keberadaan (existensi) Allah , (2) menginsyafkan bahwa
ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan hanya pantas diberikan
kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak
membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin,
majikan atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk
mentaati hukum; yaitu mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan
kewajiban, ketentuan, dan peraturan, seluruh manusia sama di hadapan
Allah; iman dan takwalah yang membuat seseorang dekat dan mulia di sisi
Allah. (4) menjadikan Allah sebagai motivasi dan tujuan hidup dan (5)
menghilangkan semua penyakit hati, seperti Syirik, kufur, munafik,
takabbur, riya, ‘ujub,, dan lain sebagainya.
Orang yang memiliki niat yang mempunyai keimanan dan kesadaran seperti
ini, akan dapat melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, sebagaimana
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan keluarganya pada saat Nabi
Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya Ismail
as.
Padahal Nabi Ibrahim puluhan tahun mendambakan anak, begitu Allah
memberikan anak dan ketika anak telah sampai usia tamyiz, bisa mambantu
dan berusaha bersama ayahnya Ibrahim datanglah perintah Allah untuk
mengorbankannya. Apa yang menyebabkan Nabi Ibrahim siap untuk
mengorbankan anaknya ?
a. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah.
b.Ismail sendiri bahkan bersedia mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh dan taat kepada Allah .
يآأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37:102)
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
a. Siti Hajar ra, sekalipun air matanya nampak menitik pertanda bahwa ia
tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, tetapi secara pasti ia
berkata: “aku rela kalau itu memang perintah Allah”.
b. Setelah merasa pasti bahwa itu adalah keputusan dan ketetapan Allah,
dalam kepastiannya sebagai pemimpin, sebagai orang kaya, bahkan sebagai
orang yang bergelar Khalilullah, sebagai orang yang mempunyai
kedekatan dengan Sumber Hukum dan Sumber Kebijakan. Tidak sedikitpun
terbetik di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan
secara berbeda di dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan. Karena
Nabi Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Hukum Allah semua
manusia sama; harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum,
taat kepada peraturan dan ketentuan.
Kepatuhan dan ketaatan yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena
Allah ini, divisualisasikan (diragakan) secara simbolik dengan penuh
keimanan dan keinsyafan oleh mereka yang melaksanakan ibadah haji, dan
mereka yang melakukan ibadah kurban.
Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan
kepatuhan dan ketaatan ini. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium
hajar aswad (batu hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya
karena patuh dan taat kepada Allah . Hal ini, sejalan dengan apa yang
mereka nyatakan di dalam talbiyah , Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah
ini aku datang memenuhi panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun
yang Engkau perintahkan, siap meninggalkan apapun yang Engkau larang !
Di dalam kehidupan pasca ibadah haji , kesiapan inilah yang menjadi
salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah hajinya mabrur atau
tidak !
2. Orientasinya
Orientasi pengorbanan karena Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan :
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير. (الحج\ 22 : 28)
Maka makanlah sebagian dari padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk makan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Ayat di atas Allah menyatakan bahwa daging kurban boleh dinikmati oleh
orang yang berkurban yang merupakan nikmat dan anugrah Allah, tetapi
sebagian yang lain; didistribusikan secara adil dan merata terutama
kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai bentuk kepedulian
sosial dan perhatian terhadap lingkungan.
3. Kemanfaatannya
Kemanfaatannya dirasakan oleh semua pihak:
a. Pihak yang berkurban, kualitas keimanan, dan ketakwaannya bertambah; posisinya semakin dekat kepada Allah.
b. Nikmat dan karunia Allah tidak hanya oleh orang-orang tertentu saja
melainkan juga oleh orang-orang yang berada di lingkungannya, terutama
oleh mereka yang berada pada posisi mustad’afin .
c. Penyakit-penyakit sosial, seperti sikap apatis, individualistik,
egoistic, dan kazaliman-kezaliman lainnya diharapkan dengan sendirinya
akan terkikis melalui proses interaksi dalam kehidupan sosial yang
dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah, sehingga apa yang
disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang dapat
menimbulkan antara lain sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis
dan kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.
4. Caranya
Cara berkurban karena Allah, seperti yang ditunjukkan oleh Allah
sendiri, yaitu bukan dengan cara membinasakan manusia, tetapi justru
dengan menyelamatkan manusia dan kemanusiaan; dengan jalan mensyukuri
nikmat dan karunia Allah, dalam rangka mengoptimalisasikan kemanfaatan
nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan oleh Allah dan
menebarkannya secara adil dan merata.
Perintah
penyembelihan terhadap Ismail semata-mata dimaksudkan hanya sebagi
ujian, sebagai tuntutan pembuktian atas tekad kesetiaan yang pernah
dinyatakan oleh Ibrahim as sendiri. Di samping sebagai Nabi, Ibrahim
adalah seorang kaya yang sangat dermawan. Ia banyak mengorbankan harta
kekayaannya untuk kepentingan sosial. Suatu waktu ia diperintahkan oleh
Allah untuk menyembelih sejumlah kambing dan sejumlah unta sebagai
kurban dan santunan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Pujianpun
banyak berdatangan tertuju kepadanya. Waktu itu, ia belum dikarunia
anak. Pada waktu itulah ia berkata; bahwa anak sendiripun akan
dikorbankan apabila hal itu, diperintahkan oleh Allah. Maka tatkala
anak itu benar-benar telah lahir, bahkan telah dapat membantu
pekerjaannya dan tentu merupakan anak yang sangat didambakan dan
dicintai oleh Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar. Dan datanglah
tuntutan Allah agar Ibarahim membuktikan tekad dan kesetiaannya kepada
Allah.
Setelah Ibrahim as yakin bahwa mimpi itu, benar-benar perintah Allah,
iapun berbulat hati untuk melaksanakannya. Ayah dan anak tunduk pada
kehendak Allah, tetapi Allah yang kemudian menghentikannya. Sesudah
nyata kesabaran dan ketaatan Ibarahim dan Ismail as maka Allah melarang
menyembelih Ismail dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantikannya
dengan seekor kambing yang besar yang dagingnya diperintahkan untuk
didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang
membutuhkannya. فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير peristiwa ini menjadi dasar syariat Kurban yang dilakukan setiap tahun dalam rangkaian Hari Raya dan Ibadah Haji.
5. Tujuannya
Tujuan berkurban adalah taqarrub kepada Allah, yaitu mendekatkan diri
sedekat mungkin kepada-Nya untuk memperoleh rahmat, maghfirah, dan
ridha-Nya. Upaya mendekatkan diri kepada Allah تقرب إلى الله adalah proses yang terus menerus bergerak tanpa henti. Karena taqarrub إلى الله
merupakan proses terus menerus tanpa henti; maka di dalamnya pasti
terdapat dinamika, terdapat aktivitas, kreativitas, produktivitas, dan
inovasi-inovasi, yang kesemuanya berjalan sesuai dengan aturan dan
ketentuan Allah; berjalan secara efisien, efektif, disiplin, istiqamah,
dan manfaat bagi lingkungannya.
Allahu Akbar 3x Walillahi al- Hamd!
Hadirin, Kaum Muslimin Sidang ‘Id yang berbahagia !
Ada 3 hal yang terus menerus bergerak dalam proses taqarrub إلى الله terus menerus bergerak tiada henti berzikir kepada Allah, ia bahkan melakukan تخلق بأخلاق الله
; proses internalisasi,; melakukan penyontohan dan peneladanan
terhadap sifat dan akhlak Allah, sehingga akal sebagai top exekutif
(presiden) di dalam wilayah kekuasaan jasmani dan ruhani dapat
mengintruksikan kepada pancaindra dan anggota badan dengan
instruksi-instruksi yang telah terilhami, yaitu akibat hatinya yang
terus menerus berzikir dan takhalluq bi akhlaqillah . Maka yang keluar
dari anggota badannya – yaitu sebagai tahaqquq atau realisasi dari
zikir dan pikir serta proses peneladanan terhadap sifat dam akhlak
Allah tadi – tiada lain adalah aktivitas-aktivitas, produktivitas, dan
inovasi-inovasi yang positif konstruktif dan berguna yang berwujud
kegiatan-kegiatan yang di dalam bahasa agama disebut amaliyah shalihah
yang pada gilirannya akan membentuk budaya dan kebudayaan yang saleh
pula.
b. Kedudukan dan Martabat
Harkat, martabat, dan kedudukan orang yang takarrub kepada Allah juga
terus menerus bergerak menuju kemuliaan dan kesempurnaan. Yaitu seiring
dengan amaliyah –amaliyah salihah yang ia lakukan dan prestasi-prestasi
mubarakah yang ia raih.
d. Keadaan Masyarakat dan Lingkungan
Keadaan masyarakat dan lingkungan orang yang takarrub kepada Allah juga
terus menerus bergerak menuju kebahagiaan dan kesejahteraan yang
diridhai oleh Allah SWT . Sebab dari diri orang yang takarrub kepada
Allah akan memancar cahaya, yaitu cahaya dalam bentuk amaliyah-amaliyah
salihah tadi, yang dapat menghilangkan kepekatan-kepekatan sosial dan
kesemerawutan tatanan kehidupan dan lingkungan, sehingga apa yang
disebut di dalam Al-Qur’an dengan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur
dapat terwujud menjadi kenyataan.
III. Makna Instrumen tal ‘Id al-Adha/ Ibadah Kurban
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, Kaum muslimin dan Muslimat yang berbahagia!
Nilai-nilai, semangat, dan sejarah berkurban seperti yang telah kita
sebutkan hanya akan menjadi “laksana mutiara dalam lumpur” manakala kita
tidak dapat mewujudkannya ke dalam kenyataan hidup dalam kehidupan
kita. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud dan tujuannya, seyogyanya
ibadah kurban yang disyari’atkan oleh Allah ini, kita jadikan sebagai
sarana pendidikan; kita jadikan sebagai instrumen atau alat untuk
mewujudkan nilai-nilai intrinsiknya (harkat yang terkandung di dalamnya )
diaplikasikan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, sehingga
sesuai dengan sifatnya dan kemanfaatannya dapat dirasakan secara
bersama-sama, terutama oleh masyarakat dan lingkungan di mana kita
berada.
IV. Penutup
Hadirin kaum muslimin sidang Id al-Adha yang berbahagia!
Demikianlah, Khutbah Tentang Ibadah Kurban / ‘Id al-Adha tidak boleh
berhenti hanya pada makna intrinsiknya, akan tetapi ia harus berlanjut
dengan mengaplikasikan makna-makna tersebut melalui makna
instrumentalnya: dan inilah yang dikehendaki oleh setiap peribadatan
atau ritual dalam Islam.
Hadirin yang berbahagia !
Di
dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, di mana bangsa
Indonesia mendapat cobaan yang beruntun, tidak putus-putusnya; mulai
dari musibah Tsunami di Aceh dan Nias, Tsunami di Sukabumi, Cirebon, dan
lain-lain tempat. Gempa bumi di Yogyakarta dan terakhir ini, musibah
Semburan Lumpur Panas di Sidoarjo yang masih berlangsung sampai hari ini
dan juga bermunculan semburan Lumpur di beberapa tempat di Jawa dan
Kalimatan.
Di samping itu bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari
krisis-krisis yang melanda bangsa ini, seperti krisis sosial, krisis
kepemimpinan, politik, krisis ekonomi, bahkan krisis moral, krisis
nilai, ajaran, solidaritas sebagai bangsa, krisis kepercayaan, krisis
kejujuran, dan semangat pengorbanan. Nampaknya, kita sangat membutuhkan
semangat pengorbanan dan solidaritas, agar kita dapat keluar dan
terbebas dari segala bentuk krisis yang kita sedang alami. Oleh karena
itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib mengajak;
marilah Hari Raya Idul Adha dan penyelenggaraan ibadah kurban 1427
Hijriah kali ini, kita jadikan sebagai momentum untuk mewujudkan nilai,
ajaran, semangat nilai jiwa pengorbanan karena Allah, dan solidaritas,
baik sebagai bangsa Indonesia, maupun sebagai umat Islam sebagaimana
yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya.
Dengat
semangat taqarrub kepada Allah kita tingkatkan zikir dan pikir kita,
kita tingkatkan semangat pengorbanan dan solidaritas, kita tingkatkan
proses penyontohan serta peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah
tertutama terhadap sifat-sifat-Nya Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Maha Pengatur dan Maha Pemelihara, Maha Pemberi Pertolongan
dan Maha Penyantun, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Nikmat, Maha Pelimpahan
Kebaikan dan Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi tobat dan Maha
Pembebas dari segala penderitaan dunia maupun penderitaan akhirat.
Dengan cara seperti itulah إن شاء الله
kita akan mampu menghadapi krisis-krisis yang kini sedang melanda kita
bangsa Indonesia; Hanya dengan cara meningkatkan zikir dan pikir
dengan meningkatkan taqarrub kita kepada Allah dan berakhlak dengan
sifat dan akhlak Allah, dengan memohon taufiq, hidayah, dan “inayah
Allah, kita akan dapat melewati segala bentuk krisis tersebut karena
kita senantiasa bersama Allah. Kita dapat menjalani hidup dan kehidupan
ini dengan sukses , penuh dengan rahmat, maghfirah, keberkahan, dan
keridhaan-Nya apapun tantangan dan ujiannya! Kita memohon kiranya Allah
SWT berkenan memberi kekuatan dan kemampuan kepada kita, memberikan
taufiq, hidayah, dan ‘inayah-Nya kepada kita semua, terutama kepada
mereka yang berada pada posisi “bisa membantu” mewujudkan masyarakat
yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kita
ucapkan selamat kepada mereka semua yang berkurban; karena niatnya
yang tulus ikhlas, amal ibadahnya diterima oleh Allah; dosa dan
kesalahan mereka diampuni; segala usaha dan aktivitasnya diberkati,
sedang perniagaannya dengan Allah, yaitu pengorbanannya di jalan Allah
yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang berdampak kepada
harmonisnya kehidupan sosial, mendapatkan anugerah dan ridha Allah. Di
dunia mereka mendapatkan bimbingan dan tuntunan Allah. Sedang di
akhiratnya nanti mereka dimasukkan ke dalam syurga dengan limpahan
rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT.
Kepada mereka yang menunaikan ibadah haji, semoga hajinya diterima oleh
Allah sebagi haji yang mabrur. Kepada mereka yang kini dilanda berbagai
musibah dan kesulitan, terutama kesulitan yang diakibatkan oleh
berbagai krisis seperti yang disebutkan sebelumnya, semoga Allah
memberikan kesabaran dan segera menghindarkan mereka dari
kesulitan-kesulitan yang mereka alami.
إنما يُوَفَّى الصابرون أجرَهم بغير حساب . (الزمر\ 39 : 10 )
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Orang-orang yang sabar mereka dimasukkan dalam syurga tanpa melalui timbangan amal baik atau buruk di hari kiamat.
Kepada kita semua, kepada bangsa Indonesia, kepada kaum mukminin dan
mukminat di manapun mereka berada, kepada ibu dan bapak kita, kepada
para pemimpin kita, kepada anak, cucu dan keluarga kita, kepada generasi
kita yang akan melanjutkan hidup kita, kiranya Allah berkenan
memberikan ketetapan iman dan Islam, memberikan taufiq, hidayah dan
‘inayah-Nya, memberikan kemudahan dan keberkahan-Nya, sehingga kita
dapat memperoleh kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat
kelak.
Amin ya rabbal ‘alamin.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات ، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنه قريب مجيب الدعوات ويا قاضى الحاجات ويا غافر الذنوب والخطيئات، برحمتك يا أرحم الراحمين. والحمد لله رب العالمين .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته .
[1] ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله ، والله رؤوف بالعباد. (البقرة :2 : 207)
Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah ; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya.
[2] لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم … (الحج :22 : 37)
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah , tetapi ketaqwaan dari kamu yang dapat mencapainya.
[3] والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير، فاذكروا اسم الله عليها صوافَّ ، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعترَّ ، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. (الحج\ 22 : 36)
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar
Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah
olehmu nama Allah ketika kamuj meyembelinya dalam keadaan berdiri (dan
telah terikat). Dan kemudian telah roboh (mati), maka makanlah
sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu
bersyukur.
[4] لكم فيها منافع إلى أجل مسمًّى ثم محِلُّهـا إلى البيت العثيق . (الحج \ 22 : 33)
Bagi kamu pada binatang-binatang (hadyu), itu ada beberapa manfaat
sampai kepada waktu yang telah ditentukan, kemudian tempat wajib (serta
akhir masa), menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq
(Baitullah).
[5] Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan
adalah tujuan utama dalam hidup. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989:
302
[6] فلما بلغ معه السعى قال يا بنى إنى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى، قال يا أبت افعل ما تؤمر ، ستجِدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37: 102)
فلما أسلما وتله للجبين .(103)
وناديناه أن يا إبراهيم .(104)
قد صدقت الءيا ، إنا كذلك نجزى المحسنين. (105)
إن هذا لهو البلاء المبين . (106)
وفديناه بذبح عظيم.(107)
Maka tatkala anak itu sampai pada usia dapat berusaha bersama-sama
Ibrahi, Ibrahim berkata; “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu . Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia
menjawab : Wahai ayahku , kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (102)
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya .(103)
Dan Kami panggil dia: Hai Ibrahim. (104)
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.(106)
Dan Kami tebus anak itu dengan seokor sembelihan yang besar. (107)
Berqurban Adalah Realisasi Dari Ketaqwaan Kepada Allah
Oleh : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh …
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن
سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن
لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، صلى الله
عليه، وعلى آله وصحبه وسلم.
أما بعد:
Ayyuhal Muslimuuna Ibadallah,
Pada pagi yang cerah ini, Allah telah melimpahkan kepada kita
demikian banyak kenikmatan dan anugrah-Nya, sehingga pada hari ini
kitapun merasakan salah satu bentuk kenikmatan dari Allah Subhanahu
wata’ala, dengan membesarkan Asma’ullahi tabaaka wata’ala
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laailaaha Illallahu Allahu Akbar, Allahu akbar Walillahilhamdu..
,
Kita memuji Allah dan kita mengagungkan syi’ar –syiar Allah Subhanahu wata’ala.
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Barang siapa yang mengagungkan syia’ar-syi’ar Allah Subhanahu wata’aala, maka itu adalah bentuk ketaqwaan hati-hati mereka”
(QS.Al-Hajj:32)
Maasyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah…
Pada hari ini sebagaimana yang telah kita ketahui, pada iedul adha
dimana kaum muslimin di seluruh penjuru dunia mereka merasakan nikmat
Allah Subhanahu wata’ala, dengan merayakan salah satu hari raya mereka
disetiap tahunnya dimana mereka berqurban, dimana mereka melihat
kekuasaan dan kebesaran Allah Subhanahu wata’ala, semoga Allah Jalla,
wa’ala Senantiasa memberikan kemuliaan kepada kaum muslimin dan
menetapkan izzah itu kepada mereka di dunia demikian pula di akhirat.
Maasyiral muslimin Rahimakumullah ……
Sesungguhnya ibadah qurban Iedul Idha yang kita rayakan pada hari ini,
adalah merupakan salah satu ibadah yang dengannya seorang hamba
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala, untuk menunjukkan
apakah mereka termasuk hamba-hamba yang senantiasa ikhlas yang
senantiasa tunduk kepada perintah-perintah-Nya dan kepada
syari’at-syari’at-Nya. Oleh karena itu bukanlah darah-darah yang
ditumpahkan, dan bukan pula daging-daging yang dibagikan yang akan
sampai kepada Allah tabaaraka wata’ala, sebab Allah jalla wa’ala, tidak
membutuhkan semua itu akan tetapi yang akan sampai kepada Allah jalla wa
‘ala dan demi kemaslahatan hamba-hamba itu sendiri adalah ketaqwaan
mereka.
Disaat mereka menyembelih dan disaat mereka berqurban maka hendaknya
seorang hamba itu meyakini bahwa itu adalah ibadah yang dengannya dia
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala, maka hendaknya dia
ikhlas, dia tidak menyembelih qurban melainkan semata-mata mendapatkan
ridho Allah Subhaanahu wata’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
“ Dan tidakalah mereka diperintahkan, melainkan mereka hanya
diperintahkan menyembah hanya kepada Allah dengan ikhlas yang jauh dari
perbuatan syirik”
(Q.S :Al-Bayyinah 5 )
Oleh karena itu Allah Subhanahu Wata’aala berfirman :
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya.”
(QS.Al-Hajj:37)
Dan ini merupakan bekal bagi setiap hamba untuk persiapan mereka
menuju kepada perjalanan yang lebih panjang, perjalanan akhirah,
perjalanan yang menuju kekekalan, dimana seorang hamba akan meraih
keberhasilan dengan ketaqwaan kepada Allah, sebab Allah Jalla wa ‘ala,
telah memerintahakan hamba-hambanya agar hendaknya mereka berbekal
dengan bekal taqwa dan bekal taqwa menuju Akhirah adalah sebaik-baik
bekal.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“berbekallah kalian,sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.”
(QS.Al-baqarah:197)
Dan Allah Subhanahu wata’ala, telah menjanjikan bagi mereka yang
bertaqwa kepada Allah, mereka akan meraih keberhasilan, kebahagiaan yang
mutlak disaat Allah Subhanahu wata’ala memasukkan mereka kedalam
keridhoan-Nya, disaat Allah Jalla wa’ala, memasukkan meraka kedalam
Jannah-Nya ( Surga-Nya. Pen ) dan itu merupakan akhir perjalanan yang
terbaik.
Sebagaimana yang kita ketahui Maasyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah ……
Bahwa dunia ini adalah merupakan kehidupan sementara, dimana mereka akan kembali kepada Allah jalla wa’ala.
Rasulullah Shallollohu ‘alaihi wasallam bersabda;
كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل
“ Jadilah kalian di dunia ini seperti orang yang terasingkan atau
seperti orang yang hendak menyeberangi jalan( lalu kemudian mereka akan
sampai ke tempat tujuannya).
(HR.Bukhari dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma)
Maka demikian pula kita dalam kehidupan dunia ini, dunia adalah
merupakan kehidupan yang sementara, sementara kehidupan akhirah adalah
kehidupan yang kekal dan demikian banyak dari kalangan manusia lalai
dalam kehidupan dunianya, sehingga mereka tidak lagi memperhatikan
perjalanan mereka yang masih panjang menuju kehidupan akhirah.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17
“kalian lebih mendahulukan kehidupan dunia padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal “
(Q.S. Al-A’la : 16-17 )
Allah Subhaanahu wata’ala juga berfirman :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ
بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ
مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).Katakanlah: “Inginkah Aku kabarkan kepadamu
apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. untuk orang-orang yang
bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir
dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. dan (mereka
dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. dan
Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.”
(QS.Ali Imran:14-15)
Perhatikan di dalam ayat Allah Subhanahu wata’ala ini, setelah Allah
menyebutkan sekian banyak dari kenikmatan-kenikmatan dunia lalu kemudian
Allah mengingatkan bahwa apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wata’ala
itu jauh lebih baik dan tempat kembali yang terbaik.
Lalu Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا
عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ الله
Katakanlah: “Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu?”. untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah),
pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai;
mereka kekal didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang
disucikan serta keridhaan Allah
Maasyiral muslimin Rahimakumullah ……
Bahwa balasan yang terbaik adalah apa yang ada disisi Allah Subhanahu
wata’ala, sementara apa yang kita rasakan dari kenikmatan di dunia ini,
itu sifatnya hanya sementara apapun yang kita rasakan di atas dunia ini
itu akan hilang dan akan lenyap dalam waktu yang sementara lalu kembali
kepada Allah Subhanahu wata’ala. Apabila seseorang itu mukmin, maka
kenikmatan itu akan berganti dengan kenikmatan yang yang terbaik yang
ada disisi Allah Subhanahu wata’ala, namun bila orang tersebut kafir
maka kenikmatan itu terputus dan tidak akan bersambung di akhirat dan
berganti dengan kesengsaraan dan siksaan dari Allah Jalla wa’ala.
Oleh Karena itu, hendaknya kita senantiasa berupaya dan berusaha
untuk meraih kenikmatan yang abadi kenikmatan yang lebih besar ( Surga )
yang ada di sisi Allah Subhanahu wata’ala,
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا
مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ
وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ (25)
” Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan berbuat
kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir
dibawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka mereka diberi rezqi
buah-buahan dari surga, mereka berkata “inilah rezeki yang diberikan
kepada kami dahulu. “mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan
mereka memperoleh pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di
dalamnya”
( Q.S. Al-Baqarah ; 25 )
Maasyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah…
Ketika kita mendengarkan sungai yang berada di dalam surga, jangan
kita mengira atau menyangka bahwa sungai tersebut sama dengan sungai
yang ada di dunia, sebab sesungguhnya sungai yang ada di dalam surga
sungguh sangat jauh berbeda dengan sungai yang ada di dunia ini.
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, di dalam hadits
yang diriwatkan Al-Imam Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah ,
bahwa Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda ; bahwa Allah Jalla
wa’ala berfirman di dalam hadits qudsi
« أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ
أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، فَاقْرَءُوا إِنْ
شِئْتُمْ ( فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ
أَعْيُنٍ
” Aku telah persipakan bagi hambaku-hambaku yang shalih, sesuatu yang
belum perna terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga,
dan tidak pernah terbetik di dalam hati seorang pun”
Lalu kemudian Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, mengatakan, “bacalah bila kalian ingin ;
فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ
“tidak satupun jiwa mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yang menyejukkan pandangan mereka.”
(QS.As-Sajadah:17)
Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘anhuma, mengatakan ;
« ليس في الجنة شيء يشبه ما في الدنيا إلا الأسماء »
“tidak ada satupun dalam surga yang menyerupai apa yang ada didunia melainkan namanya saja.”
Oleh karena itu, ketika kita mendengarkan nama sungai yang ada di
dalam surga, maka sesungguhnya sungai itu adalah sungai yang sangat
indah, sungai yang sangat mengangungkan dan mengasyikkan bagi ahlinya.
Olehnya itu Allah subhanahu wata’ala berfirman ;
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ
مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ
وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ
مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ
رَبِّهِمْ
” perumpamaaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang
bertaqwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak berubah, dan
sungai-sungai air susu yang tida berubah rasanya, dan sungai-sungai
khamar ( yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan
sungai-sungai madu yang murni. Mereka di dalamnya memperoleh semua
buah-buahan, dan ampunan dari rab mereka”
( Q.S Muhammad :15 )
Demikianlah apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wata’ala,
demikian indahnya tentang surga yang dipersipapkan bagi orang-orang yang
senantiasa bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala,
Ini hanya kita dengarkan Ma’asyiral muslimin wal muslimat Rahimakumullah…,
Apalagi bila seseorang telah memasukinya, maka dia akan merasakan
kenikmatan yang luar biasa, tidak ada kelelahan tidak ada rasa capek dan
tidak ada kotoran di dalam surga, namun mereka akan mendapatkan
kenikmatan dari Allah Subhanahu wata’ala.
كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي
رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا
أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
” Setiap mereka mendapatkan rezqi, setiap mereka mendapatkan
buah-buahan di dalam surga, lalu mereka mengatakan bahwa ” Inilah yang
pernah di berikan kepada kami dahulu”, 1
( Q.S. Al-Baqarah ; 25 )
وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا
” Mereka Diberikan serupa,” yakni ketika seseorang memakan
buah-buahan yang ada didalam surga, mereka merasakan kenikmatan yang
luar biasa. Kemudian setelah mereka menginginkan kembali, dan mereka
melihat bahwa buah ini sama dengan apa yang pernah mereka makan
sebelumnya mereka makan. Namun ketika mereka makan, rasanya berbeda,
rasanya nikmat, berbeda dengan apa yang pernah mereka makan sebelumnya.
Ma’asyiral muslimin Rahimakumullah…,
Demikian indahnya, demikian lezatnya apa yang dirasakan oleh penghuni surga ketika mereka sudah berada di dalam surga tersebut.
Demikianpula apa yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wata’ala ;
وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ (27) فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ (28) وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ (29) وَظِلٍّ مَمْدُودٍ (30
“dan golongan kanan , alangkah mulianya golongan kanan itu, mereka
berada diantara pohon bidara yang tidak berduri, dan buah pisang yang
bersusun-susun buanhya”
(Q.S. Al-Waqi’ah : 27-30 )
Di dalam Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah
Radiyallohu ‘anhu, Rasulallah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ لَشَجَرَةً يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِى ظِلِّهَا مِائَةَ عَامٍ لاَ يَقْطَعُهَا »
“sesungguhnya didalam surga ada sebuah pohon yang seseorang berjalan
dibawah naungannya dalam jarak perjalanan seratus tahun ,naungan itu
tidak terputus.”
Demikian besarnya dan demikian indahnya, demikian nikmatnya apa yang dirasakan oleh penghuni surga tersebut.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman;
وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ (32) لَا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ (33
” Dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang untuk mengambilanya.
( Q.S. Al-Waqi’ah : 32-33 )
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman ;
وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
” Mereka akan mendapatkan semua dari buah-buahan “
Kemudian Allah Subhanahu wata’aala, berfirman
وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
” Dan mereka memperoleh pasangan-pasangan yang suci ( bidadari-bidadari surga )dan mereka kekal di dalamnya”
( Q.S. Al-Baqarah ; 25 )
Dan Rasulullah , mengambarakan tentang kesucian bidadari surga itu,
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukahri dari Hadits
Abu Hurairah Radiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
wasallam bersabda:
« أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ
لَيْلَةَ الْبَدْرِ ، وَالَّذِينَ عَلَى آثَارِهِمْ كَأَحْسَنِ كَوْكَبٍ
دُرِّىٍّ فِى السَّمَاءِ إِضَاءَةً ، قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ رَجُلٍ
وَاحِدٍ ، لاَ تَبَاغُضَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَحَاسُدَ ، لِكُلِّ امْرِئٍ
زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ ، يُرَى مُخُّ سُوقِهِنَّ مِنْ وَرَاءِ
الْعَظْمِ وَاللَّحْمِ »
” Kelompok yang pertama yang masuk ke dalam surga seperti bulan
purnama yang terang benderang, kelompok yang kedua yang masuk ke dalam
surga adalah seperti bintang yang terang yang paling indah yang ada di
langit, lalu mereka mengeluarkan cahaya yang terang dari tubuh-tubuh
mereka. Dimana hati-hati mereka ibarat satu hati tidak saling membeci
dan tidak saling memdengki diantara mereka, dan bagi setiap orang mereka
akan mendapatkan dua bidadari, dengan keindahan mereka para bidadari
tersebut, sum-sum yang ada di betis mereka terlihat dari balit daging
dan tulang mereka.”
Dalam hadits yang lain yang diriwatkan Bukhari dari Anas bin Malik Radiyallohu ‘anhu, Rasulullah bersabda ;
وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ
إِلَى الأَرْضِ ، لأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا ، وَلَمَلأَتْ مَا
بَيْنَهُمَا رِيحًا ، وَلَنَصِيفُهَا – يَعْنِى الْخِمَارَ – خَيْرٌ مِنَ
الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا »
” Kalaulah sekiranya seorang wanita dari penduduk surga menengok ke
bumi- yakni memperlihatkan tubuhnya ke bumi-, maka akan terang seluruh
langit dan bumi ini, dan akan tercium baunya yang harum memenuhi langit
dan bumi. Dan kerudung yang ada di kepala bidadari tersebut lebih baik
daripada bumi dan segala isinya.”
Inilah yang dipersiapkan bagi mereka.
Demikian pula para ahlul jannah dari kalangan wanita dunia, ketika
mereka masuk ke dalam surga, maka mereka akan dimuliakan oleh Allah
Subahanahu Wata’ala dan akan dipercantik dan akan diberi keindahan oleh
Allah Jalla Wa’tala apabila suami istri itu bertaqwa kepada Allah
Subhanahu Wata’ala, mereka akan dikumpulkan oleh Allah bersama dengan
anak-anak mereka.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ
أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ
مِنْ شَيْءٍ
” Dan orang-orang yang beriman lalu keimanan itu diikuti oleh
keturunan mereka, maka kami akan mengumpulkan mereka ke dalam jannah dan
kami tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa yang telah mereka
amalkan di dunia ini.”
(QS.At-Thur:21)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan dalam hadits yang shahih :
المرأة لآخر أزواجها
” Seorang wanita akan dikumpulkan bersama dengan suami terakhirnya di dunia.”
(HR.Abu Ali Al-Harrani dari Abu Darda’ radhiallahu anhu,ihat Ash-Shahihah,Al-Albani:1281)
Mereka akan dikumpulkan semua ke dalam jannah dan mereka akan
merasakan kemuliaan. Seorang wanita akan diberikan kecantikan dan
keindahan yang luar biasa. Allah Subhananu Wata’ala berfirman :
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا عُرُبًا أَتْرَابًا
“Kami menciptakan mereka dalam bentuk yang baru (yang muda),lalu kami
jadikan mereka perawan,yang sangat genit kepada suaminya,dalam usia
yang sama.”
(QS.Al-waqi’ah:35-37)
Mereka juga termasuk kedalam keumuman firman Allah Subhanahu wata’ala;
أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ
Istri-istri yang disucikan ………….
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh At-tirmidzi dalam Kitabnya As
Syama’il Muhammadiah; ada seorang wanita datang kepada Rasulullah
Shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu di mengatakan kepada Rasulullah,
do’akan aku agar aku masuk kedalam surga,. Namun Rasulullah mengatakan
bahwa “seorang nenek atau wanita yang sudah tua tidak akan masuk kedalam
surga, sehingga wanita ini berpaling dan menangis karena sedih
disebabkan karena seorang nenek tidak akan masuk kedalam surga. Kemudian
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, mengatakan kepada salah
seorang sahabatnya untuk menyampaikan kepada nenek itu, bahwa
sesungguhnya bila ia masuk kedalam surga dia tidak akan seperti
keadaannya di dunia ini seperti nenek, namun Allah akan mengembalikan
dia sebagai wanita yang muda dan cantik jelita dan wanita yang
disucikan.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wata’ala;
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (35) فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36
“Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung,
lalu kami jadikan mereka menjadikan mereka perawan-perawan yang penuh
cinta kepada suaminya, dan sebaya umurnya”
( Q.S. Al-Waqi’ah : 35-37 )
Demikianlah Allah Subhanahu wata’ala, sebutkan dari sebagian sifat
dan kenikmatan Ahlul Jannah, dan demikian pula dari ayat-ayat Allah yang
lain menjelaskan tentang sifat kenikmatan yang akan diperoleh para
Ahlul Jannah.
Olehnya itu Ma’asyiral muslimin Rahimakumullah, carilah jalan-jalan
menuju surga-Nya, demikian banyak jalan-jalan menuju surga Allah
Subhanahu wata’ala,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“orang-orang yang bersungguh-sunnguh berjalan diatas jalan kami, maka
kami akan berikan mereka petunjuk kepada jalan-jalan
tersebut,sesungguhnya Allah senantiasa bersama dengan orang-orang yang
berbuat baik”
(QS.Al-Ankabut: 69)
Semoga Allah Azza wajalla senantiasa menjadikan kita sebagai Ahlul
Jannah dan semoga Allah, menjadikan ibadah qurban ini, sebagai salah
satu bentuk ketaatan kita kepada Allah, semoga Allah senantiasa menerima
ibadah shalat kita, puasa kita demikian pula qurban kita,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri “.
(QS.Al-AN’am:162-163)
Wa aakhiruda’wana anil hamdulillahirobbil ‘alamin ….
Transkrip dari Rekaman Khutbah Iedul Adha 10 Dzul HIjjah 1430 H./27 November 2009
Di Lapangan Pelataran Masjid Zaadul Ma’aad Pon-Pes Ibnul Qoyyim Balikpapan
Oleh : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar