Abiantubuhnews.Konflik Bima akhir-akhir ini kian mengkhawatirkan. Hawa panas
kabupaten yang berada di ujung timur NTB ini membuat banyak element tergugah
untuk turut berpartisipasi meredam konflik melalui berbagai upaya. Sekelompok
perantau Bima di Kota Mataram tak ketinggalan. Sabtu 13 Oktober 2012 kemaren,
bertempat gedung Graha Pena Lombok Post berlagsung diskusi membahas yang telah
menelan banyak korban tersebut. Dari diskusi yang berlangsung sekitar tiga jam
itu terungkap bahwa di Bima telah terjadi banyak kebiasan baru yang dulunya tak
pernah ada. Aba To mencontohkanbahwa di Bima kini sudah banyak beredar judi
kupon putih dan sabung ayam. Selain itu menurutnya di Bima sudah sejak lama
beredar senjata rakitan dengan peluru resmi milik TNI AD.
“ bisa dibilang, hampir semua penduduk memiliki senjata
rakitan. Mereka membeli senjata sekaligus peluru yang harganya seratus ribu
rupiah perbutir” kata Aba To salah seorang wartawan yang hadir dalam pertemuan
tersebut.
Salman Faris salah seorang budayawan muda NTB mengkritik hilangnya
institusi kesenian komunal tempat dimana masyarakat lokal Bima mengekspresikan
dirinya. Masih menurut Salman, kesenian dan upacara-upacara saat ini semuanya
istana sentries. Ia mendorong pengangkatan kembali kesenian lokal sebagai alternative
bagi rakyat tempat mereka melepaskan uneg-uneg atau mengeksprsikan diri
Salah seorang akademisi IAIN Mataram mengkritik lemahnya
penegakan hukum di daerah Bima. Beberapa kejadian yang mestinya diungkap dan
mengadili para pelaku tidak terjadi. Hal itu tentu membuat banyak orang bisa
terdorong untuk kembali melakukan hal serupa karena tidak ada sangsi yang
memberikan efek jera.
Kepala perustakan NTB mengingatkan agar pondok pesantren
dihidupkan kembali. Saat ini pondok-pondok
pesantren yang ada di Bima isinya santri dari Flores. Orang Bima tidak
mau menyekolahkan anak di pesantren karena tidak bisa menjadi PNS.
“dulu kami datang berbondong bondong dari Mataram ke Bima
untuk mensuport pondok pesantre, kini orang-orang meninggalkan pondok pesantren
sebagai pusat dakwah dan pembentuk akidah dan akhlaq manusia”
kata pak Arsyad
“ Bima dulunya adalah pusat penyebaran Islam, tapi kini yang
menjadi da’I di Bima justru orang Flores” kata Aba du Wahid salah seorang
akademisi muda Kandidat Doktor di Universitas Udayana Denpasar.
Diskusi yang berlangsung hangat tersebut merekomendasikan
dilahirkan masyarakat Bima yang sadar atau anti konflik. Hal itu
bisa dimulai dengan mengajak para guru untuk menhidupkan dan mengumpulkan
kembali dongeng-dongeng orang dulu. ( wan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar