Kamis, 05 September 2013

Tanda Tangan Palsu




 
Sebut saja namanya Pak Em. Dalam keseharian  Pak Em menunjukkan sikap  santun dan sangat hormat kepada orang lain. Meskipun umurnya sudah tergolong lanjut usia, tapi ia tetap menunjukkan sikap hormatnya kepada yang muda. Bagi saya Pak EM adalah sosok teladan yang langka. Disaat para tokoh tua tak menghargai eksistensi kaum muda, Pak Em justru sebaliknya. Cara berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain selalu hangat. Orangnya sederhana dan jujur. Darinya saya banyak sekali belajar tentang kejujuran. Saya mengenal dia dan anak keluarganya. Kepada anaknya ia senantiasa menanamkan prinsip-prinsip kejujuran.  Suatu saat istrinya membawakan anak-anaknya kue dari kantornya untuk oleh-oleh. Saat istrinya memberikan oleh-oleh kue, anaknya langsung bertanya. “Apakah kue ini hasil korupsi atau tidak ?, tanya sang anak kepada ibunya. Istrinya diam tak menjawab.
Bagi saya pertanyaan si anak termasuk kritis dan menyentak. Kadang orang  membawa pulang sesuatu yang bukan hak kita dari kantor pemerintah. Biasanya dalam acara rapat atau sejenisnya di sebuah kantor pemerintah, undangan yang hadir tak selalu persis seperti jumlah terundang. Sedangkan fasilitas rapat mulai dari ruangan, jumlah kursi, konsumsi hingga transportasi sudah disediakan sesuai jumlah undangan. Jika yang menghadiri undangan hanya 20 atau 30 persen, maka sisanya cukup banyak. Dengan alas an mubazir maka setiap orang panitia akan membawa pulang pernak-pernik sisa acara tersebut seperti ATK, konsumsi, dan termasuk uang transport. Tanda tangan kehadiran atau tanda tangan penerimaan transportasi dipalsukan, agar laporan pertanggungjawaban kegiatan tidak dipertanyakan. Karena semua itu harus dibagi habis.  Dalam kondisi ini  jelas sekali hitam putihnya, uang kelebihan atau sisa kegiatan harus dikembalikan ke kas Negara. Uang itu tidak boleh digunakan untuk hal lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar