Kamis, 04 Juli 2013

5 dihitung 6



KM.Abiantubuh. Sebuah proyek peningkatan infrastruktur kelurahan,sebut saja naman kelurahannya Dasan Molah, pembangunannya dilakukan oleh masyarakat dan dananya diberikan oleh pemerintah. Panitia proyek pun dibentuk oleh masyarakat. Yang terpilih menjadi panitia adalah perpaduan antara tokoh-tokoh masyarakat yang docoran uang Negara karena dikerjakan dan dipantau langsung oleh wakil-wakil masyarakat. Kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Proyek-proyek seperti itu, menjadi lahan ketidakjujuran berjamaah masyarakat. Bermacam modus dilakukan agar uang negara bisa dikuras dan berpindah ke kantong-kantong para tokoh masyarakat tersebut. Mereka bisa melakukan mark up anggaran atau pembelian fiktif. Tentu jumlahnya kecil-kecil. Contohnya, saat panitia membeli pasir untuk melakukan penimbunan, pasir yang dibeli 5 dum truck dihitung 6 atau tujuh. Semen yang harusnya 10 dibeli 8 zak. Dengan enteng panitia berujar ”kalau tidak dengan cara begitu, mana kita bisa dapet untung, rugi dong jadi panitia”. Ternyata ketidakjujuran seperti yang dilakukan para koruptor bisa juga dilakukan oleh masyarakat tingkat bawah. Jika ada kesempatan untuk berlaku tidak jujur, masyarakat paling bawah pun bisa melakukan ketidakjujuran. Susahnya mereka yang memilki cap tokoh masyarakat pun bisa terjebak dan ikut tidak jujur dengan bermacam apologi.
Tokoh masyarakat sebagai orang yang dikokohkan ditengah masyarakat idealnya tidak ikut terjebak dalam praktik tidak jujur seperti itu. Keteladanan adalah keniscayaan bagi seorang tokoh. Kejujuran harus ditunjukkan mulai dari hal-hal kecil oleh tokoh masyarakat jika mereka ingin merasakan manfaat kejujuran oleh generasi-generasi berikutnya. Bayangkan saja, fasilitas yang diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat di kelurahan Dasan Molah tersebut harusnya memiliki kualitas bagus, sebab anggarannya sudah dihitung secara cermat dengan kualitas kelas standar. Namun karena tindakan tidak jujur oleh tokoh masyarakat Dasan Molah juga, kualitas bangunan itu menjadi dibawah standar. Hal itu akan menyebabkan fasilitas tersebut akan cepat mengalamai kerusakan. Kearifan masyarakat lampau yang membangun sendiri fasilitas tempat tinggalnya, dengan dana yang dikumpulkan masyarakat dari kantong-kantong masyarakat agaknya mulai memudar. Partisipasi lokal tersebut pelahan hilang dan berganti harus serba pemerintah. Tidak sampai di situ. Dibantu pemerintah juga, malah bantuannya “dipermainkan”.(wab)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar