Ribut-ribut soal dokter di berbagai tempat membuat banyak
media meliput berita tentang dokter-dokter yang bekerja tanpa pamrih. Mereka melayani
orang sakit tanpa membebani mereka dengan ongkos mahal, serta kewajiban menebus
resep dengan harga selangit yang mencekik. Apalagi orang miskin. Dokter-dokter
baik seperti itu memang langka saat ini. Orang miskin yang sudah jelas-jelas di
tempatkan di ruang perawatan gratis pun dipaksa bayar biaya laboratorium di
atau obat dengan berbagai alas an. Di Mataram
salah satu dokter yang layak mendpatkan pujian itu bernama Dokter Mendra Kawi.
Setiap sore ia praktik di apotik Kimia Farma selatan Taman Mayura. Dokter
Senior ini adalah salah satu tenaga kesehatan yang hidupnya sangat bersahaja. Meski
tempat kerjanya sangat jauh, kadang ia jalan kaki. Jangan membayangkan dokter dengan
mobil mewah, kadang mobil tuanya mogok sebelum sampai di tempat ia bekerja. Saya
katakana layak menaatkan pujian, karena seringkali ia menolak bayarna dari
pasien. ia sering kali menanyakan apakah pasien ada ongkos pulang. Kalau kira-kira
pasiennya orang miskin maka ia akan menggartiskannya bahkan memberinya ongkos
pulang. Dokter Mendra kawi, banyak sekali membantu orang. Ia tidak segan-segan
bergaul dan berdiskusi panjang lebar dengan siapapun. (wan)
Sabtu, 30 November 2013
Jumat, 29 November 2013
Museum Family Gathering
Kata “Museum” berasal dari kata Muze, oleh orang Yunani
Klasik diartikan sebagai kumpulan sembilan Dewi, perlambang ilmu kesenian.
Kesenian itu sendiri merupakan budaya manusia bersifat universal, selain
beberapa sistem yang ada yakni: religi, teknologi, organisasi kemasyarakatan,
bahasa, pengetahuan dan mata pencaharian. Kesemuanya itu , juga merupakan
materi koleksi museum secara umum. Sebagai
lembaga ilmiah, tentu Museum mempunyai berbagai fungsi. Berdasarkan
kebijaksanaan pengembangan permuseuman Indonesia berpegang pada rumusan ICOM
(Internatiaonal Council Of Museum). Museum mempunyai sembilan fungsi, yakni :
Mengumpulkan dan pengamanan warisan alam dan budaya, Dokumentasi dan penelitian
ilmiah, Konservasi dan preparasi, Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum, Pengenalan
dan penghayatan kesenian, Pengenalan kebudayaan antardaerah dan bangsa, Visualisasi warisan alam dan budaya, Cermin
pertumbuhan peradaban umat manusia, Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa
Mengacu pada Sembilan fungsi tersebut agaknya museum negeri
Mataram belum bisa mewujudkannya. Hal ini terbukti dengan kurangnya minat
generasi muda untuk datang menggali ilmu di tempat tersebut. Syamsul Hadi salah
seorang siswa yang KM Tanya tentang museum mengatakan bahwa dia bosan dengan
tampilan museum yang itu-itu saja. Mungkin kondisi inilah yang menjadi alasan diadakannya salah satu acara yang berlangsung
beberapa hari yang lalu. Acara bertajuk Museum Family Gathering di gelar sejak
pagi. Acara ini di rangkai dengan beberapa mata lomba seperti Lomba Busana Adat
Sasambo, dan Lomba mewarnai untuk anak-anak.
Museum yang tadinya sepi menjadi ramai bahkan rebut
oleh anak-anak usia dini yang dibawa oleh para ibu. Mereka yang mengikuti Lomba
Busa terlihat lucu. Apalagi saat berlenggak lengok di atas panggung. Banyak penonton
dibuat tersenyum-senyum oleh prilaku anak-anak yang tampil Hari itu. (Ding)
Kamis, 28 November 2013
Meriah perayaan Hari Guru
Hari Guru tanggal 25 Nov ini, terasa berbeda. Tanpa dikomando oleh
guru, para siswa berebut mendekati beberapa guru mereka untuk bersalaman dan
memberi hadiah. Anak-anak di MI NW Karang Bata Abiantubuh Baru Mataram (25/11)
bahkan membeli kue tart layaknya perayaan ulang tahun. Kami mengumpulkan uang sama-sama 5 ribu sejak
beberapa hari lalu agar menjadi surprise
bagi guru-guru yang sudah sangat banyak memberikan kami ilmu, kata Elma salah
seorang siswa kelas 6. Kepada Kampung
Media. Hari guru kali ini terasa agak besar gemanya, setidaknya di
wilayah Abiantubuh. Beberapa sekolah memasang spanduk khusus bertuliskan “Selamat
Hari Guru” dengan foto pimpinan PGRI dan kepala sekolah setempat. Apel pagi
hari Senin pun, pembina upacara menekankan kepada para siswa agar menghormati
para guru sebagai orang tua ke dua setelah ayah dan ibu.
“ Tidak ada kata bekas guru, guru tetap guru meskipun itu
seorang guru ngaji” Kata Dra. Hj Rahimah dalam sambutanya di depan para dewan
guru dari MI dan MTs. NW Karag Bata. Usai apel, para siswa mengadakan kegiatan
ringan seperti senam dan bermain. Kue
tart yang telah disiapkan pun dipotong oleh kepala sekolah dan dibagikan kepada
para guru. (wan)
Rabu, 27 November 2013
Festival bungan Padat Pengunjung
Festival bunga yang biasanya digelar di Lombok Timur, kini digelar di Kota Mataram. Dari Pantauan Kampung media, festival ini ramai dikunjungi. Acara yang dipusatkan di Museum Negeri Mataram ini, ramai sejak pagi. " Saya Tumben Nonton Festival Bunga ini, saya senang bisa melihat orang merangkai bunga. Kebetulan saya suka bunga" kata Suriani (27/11)
salah seorang pengunjung yang mengenakan seragam putih-putih. salah satu kegiatan dari festival ini adalah lomba merangkai bunga. Dalam Lomba tersebut salah seorang juri tampak serius mengamati lalu memberikan pertanyaan kepada peserta. Bungan yang dirangkai langsung di atas pot oleh peserta terdiri dari berbagai macam rangkaian. Para penonton yang datang ke Museum juga dihibur oleh kesenian daerah.
salah seorang pengunjung yang mengenakan seragam putih-putih. salah satu kegiatan dari festival ini adalah lomba merangkai bunga. Dalam Lomba tersebut salah seorang juri tampak serius mengamati lalu memberikan pertanyaan kepada peserta. Bungan yang dirangkai langsung di atas pot oleh peserta terdiri dari berbagai macam rangkaian. Para penonton yang datang ke Museum juga dihibur oleh kesenian daerah.
Acara ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB
dalam rangka meningkatkan angka kunjungan wisata. Dampak Positif diadakannya
kegiatan ini di museum negeri Mataram adalah pengunjung museum semakin banyak.
Adanya Festival Bunga bisa jadi juga akan meningkatkan pendapatan para
pengusaha bunga di NTB.(Za)
Rabu, 20 November 2013
Amaq Rahma : Malu dikatakan miskin
Pagi belum
terang benar. Sang raja siang, seperti enggan menampakkan diri, namun tebaran
mega telah lebih dulu muncul sebagai penanda hari telah dimulai. Saat bangun
tidur, Amaq Rahma tampak terkejut.
Sebuah stiker besar berwarna putih bertulisakan “KELUARGA MISKIN” tetrtempel di
pintu rumahnya. Ia mengomel sambil merobek-robek stiker tersebut.
“ Masih ada orang lain yang lebih layak dikatakan
miskin di kampung ini. Kenapa orang yang benar-benar miskin justru tidak
dicatat. Kenapa kepala lingkungan tidak mencatat nama papuk-papuk yang memang benar-benar miskin itu. Ini yang menyebabkan
bantuan pemerintah salah sasaran,” kata
lelaki dua anak itu sambil membasahi stiker yang menempel di pintu rumanya dengan air. Setelah stiker itu basah, ia lalu mengosok-gosoknya dengan pisau kecil secara pelahan. Namun rupanya
stiker itu agak bandel. Upayanya tidak cukup berhasil. Meskipun kertasnya sudah
besih, lem yang menempel di kertas stiker itu sangat kuat menempel di pintunya.
Lem itu akhirnya bisa sedikit hilang setelah ia menggunakan sikat cuci untuk
menggosoknya. Stiker berukuran sekitar 30 x 20 centimeter itu memang tampak mencolok.
Bisa jadi stiker ini sengaja dibuat besar agar mereka yang masih memiliki rasa
malu dikatakan miskin menjadi risih, manakala tembok atau pintunya ditempeli stiker tersebut.
Amaq Rahma
mungkin merasa risih dengan stiker penanda keluarga miskin tersebut. Pagi-pagi
benar ia sudah marah-marah karena kesal.
Sebagai keluarga muda, ia bakal ditertawai teman-temannya yang datang bertamu
jika stiker itu masih menempel di pintu rumahnya. Sebetulnya Amaq Rahma, masih tergolong
keluarga miskin jika mengacu kriteria BPS. Ia hanya memiliki ijazah Madrasah
Ibtidakyah. Rumah yang ia tinggali berada di tanah milik keluarga besar. Sehari-hari
ia bekerja di salah satu bengkel motor. Meski bekerja di bengkel motor, Amaq
Rahma bukan tipikal manusia yang gampang menyerah. Saat usianya belum 18 tahun,
ia merengek-rengek minta dicarikan uang untuk ikut bekerja di Malayisa. Karena orang
tuanya tak punya uang, biaya keberangkatannya didapat dari berhutang. Di negeri
“ Ipin dan Upin” itu dia tidak ikut
berfoya-foya seperti kebanyakan para perantau muda dari Lombok. Kadang ia
lembur hingga malam tiba, agar bisa mengirim uang ke kampung halaman. Dari kerja
keras itulah ia bisa membawa pulang sejumlah uang, untuk membantu ayahnya
membangun rumah tinggal.
Sikap Amaq Rahma patut ditiru. Saat
ini, tak banyak keluarga yang memiliki mental seperti dirinya. Meski tergolong
keluarga yang tidak berkecukupan, ia pantang disebut miskin. Tercatat sebagai keluarga miskin adalah
harapan banyak keluarga. Karena dengan begitu mereka bisa terbebas dari biaya
berobat, biaya sekolah dan banyak keistimewaan lain yang bisa didapat tanpa
harus bekerja keras dan berfikir. Banyak keluarga yang ngotot dan marah-marah,
namanya tidak termasuk dalam kelompok mereka yang mendapat predikat keluarga
miskin. Menjadi keluarga miskin malu
dikatakan miskin.
Langganan:
Postingan (Atom)