Muhammad Shafwan*
Akhir-akhir ini, beberapa koran mewartakan rencana pemerintah kota Mataram untuk merevitalisasi kota Cakranegara. Agaknya kota yang menyimpan sejarah ini telah mulai dirasa tak senyaman dulu, hingga butuh direvitalisasi. Dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, di mana jumlah penduduk masih sedikit, volume kendaran tak sebanyak saat ini, serta prilaku masyarakat masih “bersahabat” dengan lingkungannya, mungkin tidak terfikir oleh kita bahwa Cakranegara harus ditata ulang.
Sebagai pusat kerajaan, kondisi Cakranegara di masa lampau tentu sangatlah representatif bagi kebutuhan di masa itu. Sebuah wilayah nyaman yang menjadi pilihan kerajaan sebagai pusat pemerintahan, dikembangkan dengan tata ruang yang berkeseimbangan. Sampai saat ini, artefak kerajaan yang berkuasa cukup lama itu masih bisa disaksikan. Taman Mayura misalnya, sebagai taman cantik sisa peradaban lampau, kini terasa penting artinya. Taman Mayura sangat dibutuhkan oleh masyarakat kota yang kehilangan space untuk rehat dari kepenatan. Cobalah anda menengok Kota Cakranegara dari Google Map atau Google Earth di dunia maya, maka anda akan menyasikan betapa kota kecil itu terihat rapi dan mencitrakan keteraturan yang penuh perhitungan. Bertahun-tahun Cakranegara menjadi kota yang nyaman dan seimbang. Sampai awal tahun 2000-an, hampir pasti tak pernah kita mendengar, berita kebanjiran dari sudut-sudut kota tua ini. Dan lihatlah saat ini, kota Cakranegara kian terasa sempit dan sumpek. Kota yang memiliki daya tarik investasi menggiurkan ini telah memembentuk wajahnya menjadi kota modern, namun tanpa perencanaan yang matang. Sistem drainase kian dangkal dan tertimbun tanah dan sampah. Tanah resapan terus berkurang, bahkan habis ditutupi paving blok, pohon-pohon sebagai pelindung dan penyejuk hawa kota yang panas, pelahan dihabisi dan mulai hilang dari jalan utama. Keberadaan berbagai bentuk reklame, yang tidak mengindahkan unsur keindahan dalam pemasangannya, mengesankan kota ini sebagai tempat pembuangan sampah. Jejeran pedagang kaki lima bahkan ”polisi kaki lima” yang dibiarkan, menjadi semacam legitimasi bahwa menggunakan badan jalan adalah sah untuk kebutuhan selain pejalan kaki dan kendaraan umum. Belum lagi kegemaran warga yang setiap saat mengambil hak pejalan kaki dan kendaraan dengan menutup jalan sambil memasang rambu beruliskan ” maaf jalan anda kami pakai” yang kadang-kadang sulit dimaafkan. Saat ini, revitalisasi Kota Cakranegara memang terasa kian dibutuhkan. Harus ada regulasi baru soal bagaimana manusia Cakranegara mengatur tata ruangnya. Yang berduit jangan seenaknya membangun gedung bertingkat, membangun sarang burung walet, membangun usaha peternakan, tanpa mempertimbangkan rasa sosial terhadap sekelilingnya. Ujungnya muncul protes dan menjadi beban pemerintah.
Sebuah kota yang nyaman, dengan areal parkir yang luas adalah impian. Tapi coba lihat ruas jalan di sisi utara dan barat pasar Cakranegara, di depan toko Pasifik, Jembatan Baru, Pancarona, sampai di depan BCA, di situ kendaraan diparkir di badan jalan. Kondisi ini tentu tidak nyaman. Untuk mempercantik dan memperluas kawasan, pemerintah memang harus mengatur sejak dini. Masyarakat pemilik toko harus mulai berfikir bagaimana tempat usahanya tidak mengganggu kenyamanan warga kota. Hal lain yang harus direvitalisasi adalah pasar tradisional.Pasar tradisional harus dibangun dengan menyediakan fasilitas pendukung yang memadai. Areal parkir adalah hal utama selain toilet dan sistem drainase yang baik. Lihatlah pasar Cakranegara, sebuah pasar tanpa areal parkir. Areal yang dulunya tersedia untuk parkiran, kini dijual kepada pedagang untuk dipergunakan sebagai tempat berjualan. Tengok juga pasar Sindu, siapapun yang memimpin, pasar itu tetap akan dan terus menjadi pasar yang jorok dan menyumbang kemacetan. Cobalah berjalan ke pasar Mandalika di musim penghujan, anda seperti memasuki persawahan yang sedang dibajak petani. Becek, bau, kumuh dan tak layak dijadikan tempat berjualan. Sampah-sampah ditumpuk di sembarang tempat oleh para pedagang.
Revitalisasi Cakranegara nantinya harus memperhatikan juga sisi dalam perkotaan, dimana masyarakat tinggal. Beberapa tempat menjadi tidak nyaman akibat keberadaan industri yang menyumbang polusi suara, usaha peternakan warga yang menebar aroma tak sedap serta pemandangan yang jorok dan merusak keindahan. Pabrik tembakau, kandang babi, ternak ayam, sarang burung walet, dan beragam industri yang menggunakan mesin bersuara kencang adalah beberapa usaha yang harus diatur dan direvitalisasi.
Taman Mayura sebagai peninggalan sejarah berharga, juga penting untuk direvitaisasi. Keberadaan taman yang dulunya bernama taman kelepug ini, memiliki potensi besar memperindah wajah Cakranegara. Revitalisasi Mayura bisa diarahkan agar keindahan taman itu bisa dinikmati dari luar taman. Tembok yang mengelilinginya harus dipugar dan diganti dengan pagar yang lebih menarik. Areal parkir mesti disediakan, terutama bagi mobil-mobil besar agar yang membawa wisatawan agar tak mengganggu pengendara. Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar