Sabtu, 30 November 2013

Dokter Mendra Kawi, Dokter Terpuji



Ribut-ribut soal dokter di berbagai tempat membuat banyak media meliput berita tentang dokter-dokter yang bekerja tanpa pamrih. Mereka melayani orang sakit tanpa membebani mereka dengan ongkos mahal, serta kewajiban menebus resep dengan harga selangit yang mencekik. Apalagi orang miskin. Dokter-dokter baik seperti itu memang langka saat ini. Orang miskin yang sudah jelas-jelas di tempatkan di ruang perawatan gratis pun dipaksa bayar biaya laboratorium di atau obat dengan berbagai alas an.  Di Mataram salah satu dokter yang layak mendpatkan pujian itu bernama Dokter Mendra Kawi. Setiap sore ia praktik di apotik Kimia Farma selatan Taman Mayura. Dokter Senior ini adalah salah satu tenaga kesehatan yang hidupnya sangat bersahaja. Meski tempat kerjanya sangat jauh, kadang ia jalan kaki. Jangan membayangkan dokter dengan mobil mewah, kadang mobil tuanya mogok sebelum sampai di tempat ia bekerja. Saya katakana layak menaatkan pujian, karena seringkali ia menolak bayarna dari pasien. ia sering kali menanyakan apakah pasien ada ongkos pulang. Kalau kira-kira pasiennya orang miskin maka ia akan menggartiskannya bahkan memberinya ongkos pulang. Dokter Mendra kawi, banyak sekali membantu orang. Ia tidak segan-segan bergaul dan berdiskusi panjang lebar dengan siapapun. (wan)


Jumat, 29 November 2013

Museum Family Gathering

Kata “Museum” berasal dari kata Muze, oleh orang Yunani Klasik diartikan sebagai kumpulan sembilan Dewi, perlambang ilmu kesenian. Kesenian itu sendiri merupakan budaya manusia bersifat universal, selain beberapa sistem yang ada yakni: religi, teknologi, organisasi kemasyarakatan, bahasa, pengetahuan dan mata pencaharian. Kesemuanya itu , juga merupakan materi koleksi museum secara umum.  Sebagai lembaga ilmiah, tentu Museum mempunyai berbagai fungsi. Berdasarkan kebijaksanaan pengembangan permuseuman Indonesia berpegang pada rumusan ICOM (Internatiaonal Council Of Museum). Museum mempunyai sembilan fungsi, yakni : Mengumpulkan dan pengamanan warisan alam dan budaya, Dokumentasi dan penelitian ilmiah, Konservasi dan preparasi, Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum, Pengenalan dan penghayatan kesenian, Pengenalan kebudayaan antardaerah dan bangsa,  Visualisasi warisan alam dan budaya, Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia, Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Mengacu pada Sembilan fungsi tersebut agaknya museum negeri Mataram belum bisa mewujudkannya. Hal ini terbukti dengan kurangnya minat generasi muda untuk datang menggali ilmu di tempat tersebut. Syamsul Hadi salah seorang siswa yang KM Tanya tentang museum mengatakan bahwa dia bosan dengan tampilan museum yang itu-itu saja. Mungkin kondisi inilah yang menjadi alasan  diadakannya salah satu acara yang berlangsung beberapa hari yang lalu. Acara bertajuk Museum Family Gathering di gelar sejak pagi. Acara ini di rangkai dengan beberapa mata lomba seperti Lomba Busana Adat Sasambo, dan Lomba mewarnai untuk anak-anak.
Museum yang tadinya sepi menjadi ramai bahkan rebut oleh anak-anak usia dini yang dibawa oleh para ibu. Mereka yang mengikuti Lomba Busa terlihat lucu. Apalagi saat berlenggak lengok di atas panggung. Banyak penonton dibuat tersenyum-senyum oleh prilaku anak-anak yang tampil Hari itu. (Ding)

Kamis, 28 November 2013

Meriah perayaan Hari Guru




Hari Guru tanggal 25 Nov  ini, terasa berbeda. Tanpa dikomando oleh guru, para siswa berebut mendekati beberapa guru mereka untuk bersalaman dan memberi hadiah. Anak-anak di MI NW Karang Bata Abiantubuh Baru Mataram (25/11) bahkan membeli kue tart layaknya perayaan ulang tahun.  Kami mengumpulkan uang sama-sama 5 ribu sejak beberapa hari lalu agar menjadi  surprise bagi guru-guru yang sudah sangat banyak memberikan kami ilmu, kata Elma salah seorang siswa kelas 6. Kepada Kampung  Media. Hari guru kali ini terasa agak besar gemanya, setidaknya di wilayah Abiantubuh. Beberapa sekolah memasang spanduk khusus bertuliskan “Selamat Hari Guru” dengan foto pimpinan PGRI dan kepala sekolah setempat. Apel pagi hari Senin pun, pembina upacara menekankan kepada para siswa agar menghormati para guru sebagai orang tua ke dua setelah ayah dan ibu.
“ Tidak ada kata bekas guru, guru tetap guru meskipun itu seorang guru ngaji” Kata Dra. Hj Rahimah dalam sambutanya di depan para dewan guru dari MI dan MTs. NW Karag Bata. Usai apel, para siswa mengadakan kegiatan ringan seperti senam dan bermain.  Kue tart yang telah disiapkan pun dipotong oleh kepala sekolah dan dibagikan kepada para guru. (wan)

Rabu, 27 November 2013

Festival bungan Padat Pengunjung

Festival bunga yang biasanya digelar di Lombok Timur, kini digelar di Kota Mataram. Dari Pantauan Kampung media, festival ini ramai dikunjungi. Acara yang dipusatkan di Museum Negeri Mataram ini, ramai sejak pagi. " Saya Tumben Nonton Festival Bunga ini, saya senang bisa melihat orang merangkai bunga. Kebetulan saya suka bunga" kata Suriani (27/11)
salah seorang pengunjung yang mengenakan seragam putih-putih. salah satu kegiatan dari festival ini adalah lomba merangkai bunga. Dalam Lomba tersebut salah seorang juri tampak serius mengamati lalu memberikan pertanyaan kepada peserta. Bungan yang dirangkai langsung  di atas pot  oleh peserta terdiri dari berbagai macam rangkaian. Para penonton yang datang ke Museum juga dihibur oleh kesenian daerah.

Acara ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB dalam rangka meningkatkan angka kunjungan wisata. Dampak Positif diadakannya kegiatan ini di museum negeri Mataram adalah pengunjung museum semakin banyak. Adanya Festival Bunga bisa jadi juga akan meningkatkan pendapatan para pengusaha bunga di NTB.(Za)

Rabu, 20 November 2013

Amaq Rahma : Malu dikatakan miskin



Pagi belum terang benar. Sang raja siang, seperti enggan menampakkan diri, namun tebaran mega telah lebih dulu muncul sebagai penanda hari telah dimulai. Saat bangun tidur,  Amaq Rahma tampak terkejut. Sebuah stiker besar berwarna putih bertulisakan “KELUARGA MISKIN” tetrtempel di pintu rumahnya. Ia mengomel sambil merobek-robek stiker tersebut.
 “ Masih ada orang lain yang lebih layak dikatakan miskin di kampung ini. Kenapa orang yang benar-benar miskin justru tidak dicatat. Kenapa kepala lingkungan tidak mencatat nama papuk-papuk yang memang benar-benar miskin itu. Ini yang menyebabkan bantuan pemerintah salah sasaran,”  kata lelaki dua anak itu sambil membasahi stiker yang menempel di pintu rumanya  dengan air. Setelah stiker itu basah,  ia lalu mengosok-gosoknya  dengan pisau kecil secara pelahan. Namun rupanya stiker itu agak bandel. Upayanya tidak cukup berhasil. Meskipun kertasnya sudah besih, lem yang menempel di kertas stiker itu sangat kuat menempel di pintunya. Lem itu akhirnya bisa sedikit hilang setelah ia menggunakan sikat cuci untuk menggosoknya. Stiker berukuran sekitar 30 x 20 centimeter itu memang tampak mencolok. Bisa jadi stiker ini sengaja dibuat besar agar mereka yang masih memiliki rasa malu dikatakan miskin menjadi risih, manakala  tembok atau  pintunya ditempeli stiker tersebut.     
Amaq Rahma mungkin merasa risih dengan stiker penanda keluarga miskin tersebut. Pagi-pagi benar ia sudah  marah-marah karena kesal. Sebagai keluarga muda, ia bakal ditertawai teman-temannya yang datang bertamu jika stiker itu masih menempel di pintu rumahnya.  Sebetulnya Amaq Rahma, masih tergolong keluarga miskin jika mengacu kriteria BPS. Ia hanya memiliki ijazah Madrasah Ibtidakyah. Rumah yang ia tinggali berada di tanah milik keluarga besar. Sehari-hari ia bekerja di salah satu bengkel motor. Meski bekerja di bengkel motor, Amaq Rahma bukan tipikal manusia yang gampang menyerah. Saat usianya belum 18 tahun, ia merengek-rengek minta dicarikan uang untuk ikut bekerja di Malayisa. Karena orang tuanya tak punya uang, biaya keberangkatannya didapat dari berhutang. Di negeri “ Ipin dan Upin”  itu dia tidak ikut berfoya-foya seperti kebanyakan para perantau muda dari Lombok. Kadang ia lembur hingga malam tiba, agar bisa mengirim uang ke kampung halaman. Dari kerja keras itulah ia bisa membawa pulang sejumlah uang, untuk membantu ayahnya membangun rumah tinggal.
                Sikap Amaq Rahma patut ditiru. Saat ini, tak banyak keluarga yang memiliki mental seperti dirinya. Meski tergolong keluarga yang tidak berkecukupan, ia pantang disebut miskin.  Tercatat sebagai keluarga miskin adalah harapan banyak keluarga. Karena dengan begitu mereka bisa terbebas dari biaya berobat, biaya sekolah dan banyak keistimewaan lain yang bisa didapat tanpa harus bekerja keras dan berfikir. Banyak keluarga yang ngotot dan marah-marah, namanya tidak termasuk dalam kelompok mereka yang mendapat predikat keluarga miskin. Menjadi keluarga miskin  malu dikatakan miskin.